Selasa, 22 Februari 2011

Teori Behavioristik

A. PENDAHULUAN
Dalam proses pembelajaran, baik formal, non-formal maupun informal, Teori pembelajaran memiliki peran yang penting. Teori pembelajaran akan menentukan bagaimana proses pembelajaran itu terjadi, disini kami akan membahas tentang salah satu teori pembelajaran yang sering dibicarakan oleh para ahli pendidikan yaitu teori behavioristik yang memandang bahwa belajar merupakan perubahan tingkah laku, yang bisa di amati, di ukur dan dinilai secara konkrit, karena adanya interaksi antara stimulus dan respon.


Namun sebelum membahas lebih dalam tentang Teori Behavioristik, kami rasa perlu untuk memberikan sedikit pemaparan tentang apa itu Teori. Dalam pengertian yang luas teori adalah interpretasi sistematis atas sebuah bidang pengetahuan. Dalam konteks ini kita membahas teori pembelajaran. Dari pengertian secara umum tentang teori diatas maka, teori pembelajaran adalah interpretasi sistematis terhadap suatu proses pembelajaran. Dimana teori tersebut kemudian menjadi dasar pembenaran (justification) bagi para pelaku pendidikan dalam proses pembelajaran. Dalam teori pembelajaran paling tidak ada tiga fungsi teori yang berbeda namun memiliki keterkaitan yang erat antara yang satu dengan yang lain .
Fungsi tersebut adalah; Pertama,Sebagai pendekatan terhadap suatu bidang pengetahuan; suatu cara menganalisis, membicarakan dan meneliti pembelajaran. Teori pembelajaran menggambarkan sudut pandang peneliti mengenai aspek-aspek pembelajaran yang paling bernilai untuk dipelajari. Kedua,Teori pembelajaran berupaya untuk meringkas sekumpulan besar pengetahuan mengenai hukum-hukum pembelajaran kedalam ruang yang cukup kecil. Ketiga,Teori pembelajaran secara kreatif berupaya menjelaskan apa itu pembelajaran dan mengapa pembelajaran berlangsung seperti apa adanya.

B. TEORI BEHAVIORISTIK
1. Konsep / Pandangan terhadap pembelajaran.
Teori behavioristik adalah teori beraliran behaviorisme yang merupakan salah satu aliran psikologi. Teori ini memandang indifidu hanya dari sisi fenomena jasmaniyah, dan mengabaikan aspek-aspek mental. Sehingga dengan kata lain behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata hanya untuk melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu.
Seperti yang telah disampaikan di atas bahwa teori behavioristik memandang bahwa belajar merupakan perubahan tingkah laku, yang bisa di amati, di ukur dan di nilai secara konkrit, karena adanya interaksi antara stimulus dan respon. Perubahan terjadi melalui rangsangan (stimulus) yang menimbulkan perilaku reaktif (respon) berdasarkan hukum-hukum mekanistik. Stimulus tidak lain adalah lingkungan belajar anak, baik yang internal maupun eksternal yang menjadi penyebab belajar. Sedangkan respon adalah akibat atau dampak, berupa reaksi fisik terhadap stimulans. Belajar berarti penguatan ikatan, asosiasi, sifat dan kecenderungan S-R.
Menurut teori ini yang terpenting adalah masuk atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respon. Sedangkan apa yang terjadi antara stimulus dan respon dianggap tidak penting untuk diperhatikan karena tidak bisa diamati. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan tingkah lakunya. Misalnya; siswa belum dapat dikatakan berhasil dalam belajar Ilmu Pengetahuan Sosial jika dia belum bisa/tidak mau melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan sosial seperti; kerja bakti, ronda dll.

2. Tokoh-tokoh dan pemikiranya.
a. Thorndike : koneksionisme.
Thorndike adalah seorang pendidik dan sekaligus psikolog berkebangsaan Amerika. Menurutnya, belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi (koneksi) antara peristiwa yang disebut dengan Stimulus (S) dengan Respon (R). Stimulus adalah perubahan dari lingkungan exsternal yang menjadi tanda untuk mengaktifkan organisme untuk beraksi/berbuat. Sedangkan respon adalah sembarang tingkah laku yang dimunculkan karena adanya perangsang.
Dari percobaannya yang terkenal (puzzle box) diketahui bahwa supaya tercapai hubungan antara stimulus dan respon, perlu adanya kemampuan untuk memilih respon yang tepat serta melalui usaha-usaha atau percobaan-percobaan (trial) dan kegagalan-kegagalan (Error) terlebih dahulu. Bentuk paling dasar dari belajar adalah “Trial and Error learning atau selecting and conecting learning” dan berlangsung menurut hukum-hukum tertentu. Oleh karena itu teori belajar yang dikemukakan oleh thorndike ini sering disebut teori belajar koneksionisme atau asosiasi. Prinsip pertama teori koneksionisme adalah belajar merupakan kegiatan membentuk asosiasi (conection) antara kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak.
Dari exsperimen puzzle box-nya thorndike menemukan tiga hukum belajar yaitu; Hukum kesiapan (Law of readiness) dimana semakin siap suatu organisme memperoleh perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat. Hukum Latihan (Law of excercise) yaitu semakin sering tingkah laku di ulang/dilatih (digunakan), maka asosiasi tersebut akan semakin kuat. Yang terakhir adalah hukum akibat (law of effect) yaitu hubungan stimulus respon akan cenderung di perkuat bila akibatnya menyenangkan dan sebaliknya cenderung melemah jika akibatnya tidak memuaskan.

b. Watson : Conditioning
Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat di amati (observable) dan dapat di ukur. Jadi meskipun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu di perhitungkan karena tidak dapat diamati.
Watson adalah seorang behaviorist murni, karena kajianya tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperti fisika atau biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur. Hanya dengan asumsi seperti itulah - menurut watson - kita dapat meramalkan perubahan apa yang bakal terjadi pada siswa.

c. Guthrie : Conditioning.
Azas belajar guthrie yang utama adalah hukum kontinguity. Yaitu gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama. Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi. Penguatan hanya sekedar melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru.
Teori guthrie ini mengatakan bahwa hubungan stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karenanya dalam kegiatan belajar, peserta didik perlu sesering mungkin diberi stimulus agar hubungan stumulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.

d. Skinner : Operant conditioning
Skinner adalah seorang yang berkebangsaan Amerika yang dikenal sebagai seorang tokoh behavioris yang meyakini bahwa perilaku individu dikontrol melalui proses operant conditioning dimana seseorang dapat mengontrol tingkah laku organisme melalui pemberian reinforcement yang bijaksana dalam lingkungan yang relatif besar.
Menagement kelas menurut skinner adalah berupa usaha untuk memodifikasi perilaku antara lain dengan proses penguatan yaitu memberi penghargaan pada perilaku yang diinginkan dan tidak memberi imbalan apapun pada perilaku yang tidak tepat. Operant Conditioning adalah suatu proses perilaku operant (penguatan positif atau negatif) yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang kembali atau menghilang sesuai dengan keinginan.
Menurut skinner – berdasarkan percobaanya terhadap tikus dan burung merpati – unsur terpenting dalam belajar adalah penguatan. Maksudnya adalah penguatan yang terbentuk melalui ikatan stimulus respond akan semakin kuat bila diberi penguatan ( penguatan positif dan penguatan negatif). Bentuk penguatan positif berupa hadiah, perilaku, atau penghargaan. Sedangkan bentuk penguatan negatif adalah antara lain menunda atau tidak memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan, atau menunjukkan perilaku tidak senang.
Skinner tidak percaya pada asumsi yang dikemukakan guthrie bahwa hukuman memegang peranan penting dalam proses pelajar. Hal tersebut dikarenakan –menurut skinner- (1) pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat sementara, (2) dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian dari jiwa si terhukum) bila hukuman berlangsung lama, (3) hukuman mendorong si terhukum mencari cara lain (meskipun salah dan buruk) agar ia terbebas dari hukuman, (4) hukuman dapat mendorong si terhukum melakukan hal-hal lain yang kadangkala lebih buruk dari pada kesalahan pertama yang diperbuatnya. Skinner lebih percaya dengan apa yang disebut penguatan baik negatif maupun positif.

e. Pavlov : Classic Conditioning
Dalam pemikiranya Pavlov berasumsi bahwa dengan menggunakan rangsangan-rangsangan tertentu, perilaku manusia dapat berubah sesuai dengan apa yang diinginkan. Berangkat dari asumsi tersebut Pavlov mengadakan eksperimen dengan menggunakan binatang (anjing) karena ia menganggap binatang memiliki kesamaan dengan manusia. Namun demikian, dengan segala kelebihanya secara hakiki, manusia berbeda dengan binatang.
Pavlov mengadakan percobaan dengan cara mengadakan operasi leher pada seekor anjing. Sehingga keluar kelenjar air liurnya dari luar. Apabila diperlihatkan sesuatu makanan, maka akan keluar air liur anjing tersebut. Kemudian dalam percobaan berikutya sebelum makanan diperlihatkan, diperlihatkanlah sinar merah terlebih dahulu, kemudian baru makanan. Dengan sendirinya air liurpun akan keluar pula. Apabila perbuatan demikian di lakukan berulang-ulang, maka pada suatu ketika dengan hanya memperlihatkan sinar merah saja tanpa makanan maka air liurpun akan keluar pula.
Makanan adalah rangsangan wajar, sedangkan merah rangsangan buatan. Ternyata kalau perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, rangsangan buatan ini akan menimbulkan syarat (kondisi) untuk timbulnya air liur pada anjing tersebut. Dari eksperimen tersebut, setelah pengkondisian atau pembiasaan, dapat di ketahui bahwa daging yang menjadi stimulus alami dapat di gantikan oleh sinar merah sebagai stimulus yang dikondisikan (conditioned stimulus) . Ketika sinar merah di nyalakan ternyata air liur anjing keluar sebagai respon-nya. Pavlov berpendapat bahwa kelenjar-kelenjar yang lainpun dapat dilatih sebagaimana tersebut.
Apakah situasi ini bisa diterapkan pada manusia? Ternyata dalam kehidupan sehari-hari ada situasi yang sama pada anjing. Sebagai contoh, suara lagu dari penjual es creem Walls yang berkeliking dari rumah kerumah. Awalnya mingkin suara itu asing, tetapi setelah si penjual es creem sering lewat, maka nada lagu tersebut bisa menerbitkan air liur. Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa dengan menerapkan strategi pavlov ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya.

3. Aplikasi teori behavioristik dalam pembelajaran.
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran yaitu - karena memandang pengetahuan adalah objektif, pasti, tetap dan tidak berubah – pengetahuan disusun dengan rapi sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowladge) kepada orang yang belajar. Fungsi pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yang sudah ada melalui proses berfikir yang dapat dianalisis dan dipilih, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berfikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Pembelajar diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar itulah yang harus di pahami oleh pebelajar (siswa).

C. PENUTUP.
Demikianlah beberapa pandangan tentang teori behavioristik, dari pemaparan di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa dalam teori behavioristik faktor lingkungan sangat penting perananya dalam proses pembelajaran, disamping itu teori ini juga mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar melalui prosedur stimulus respon.
Sebagai konsekuensi dari teori ini adalah para guru yang menggunakan paradigma behaviorisme akan menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap, sehingga tujuan pembelajaran yang harus dikuasai siswa disampaikan secara utuh oleh guru. Guru tidak banyak memberi ceramah tetapi instruksi singkat yang diikuti contoh-contoh baik dilakukan sendiri maupun melalui simulasi. Bahan pelajaran disusun secara hierarki dari yang sederhana sampai pada yang komplex. Sekian..........!!




DAFTAR PUSTAKA

Hill, F., Winfred, Theories of learning (diterjemahkan oleh M.khozin dari karya aslinya, Learning:A survey of Psycological Interpretations, Harper Collins Publisher, 1990), Bandung:Nusa Dua, 2009.

Budiningsih, C., Asri , Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005.

Hall S. Calvin & Lindzey, Gardner, Psikology kebribadian 3, Teori-Teori sifat dan behavioristik(diterjemahkan dari bukuTheories of personality, New york, Santa barbara Toronto, 1978) , yogyakarta: Kanisius 1993.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar