Selasa, 22 Februari 2011

Landasan Teori Penelitian TP

A. PENDAHULUAN.

Apapun dan bagaimanapun bentuk penelitian pasti akan menggunakan teori untuk memotret, menggambarkan dan menjelaskan fenomena dari objek yang akan diteliti. Di sini jelas bahwa peran teori sangat urgen, itu artinya jika suatu penelitian tidak memiliki landasan teori yang jelas (kuat) berarti hasil penelitian akan sulit bahkan tidak bisa dipertanggung jawabkan secara ilmiah.


Landasan teori dari suatu penelitian tertentu atau karya ilmiah sering juga disebut sebagai studi literatur atau tinjauan pustaka. Melalui penelitian atau kajian teori diperoleh kesimpulan-kesimpulan atau pendapat-pendapat para ahli, kemudian dirumuskan pada pendapat baru. Penulis harus belajar dan melatih dirinya untuk mengatasi masalah-masalah yang sulit, bagaimana mengekspresikan semua bahan dari bermacam-macam sumber menjadi suatu karya tulis yang memiliki bobot ilmiah.
karena seorang peneliti di tuntut untuk memiliki pemahaman teori yang memadai maka dari itu seorang peneliti harus banyak membaca buku-buku dan penelitian-penelitian yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukannya. Sumber-sumber bacaan dapat berbentuk buku teks, kamus, ensiklopedia, jurnal ilmiah dan hasil penelitian.

B. PEMBAHASAN.
1. Landasan Teori
a. Pengertian teori
William Wiersma (1986) seperti yang dikutip sugiono (2005) menyatakan bahwa : A theory is a generalization or series of generalization by which we attemt to explain some phenomena in a systemic manner. Teori adalah generalisasi atau kumpulan generalisasi yang dapat digunakan untuk menjelaskan berbagai fenomena secara sistematik.
Sedangkan Cooper dan Schindler (2003), masih dalam kutipan sugiono (2005), menemukakan bahwa A theory is a set of systematically interrelated concepts, definition and proposition that are advanced to explain and predict phenomena (fact). Teori adalah seperangkat konsep, definisi dan proposisi yang tersusun secara sistematis sehingga dapat digunakan untuk menjelaskan dan meramalkan fenomena.
Mark 1963 ( dalam siti rahayu haditono, 1999), membedakan adanya tiga macam teori. Ketiga teori yang dimaksud ini berhubungan dengan data empiris,yang dapat dibedakan ke dalam tiga jenis yaitu: Pertama; teori yang deduktif adalah teori yang memberikan keterangan dimulai dari suatu perkraan atau pikiran spekulatif tertentu kearah data yang akan diterangkan. Kedua; teori yang induktif yaitu yang cara menerangkanya dari data kearah teori. Ketiga; teori yang fungsional dimana terdapat suatu interaksi pengaruh antara data dan perkiraan teoritis, dimana data mempengaruhi pembentukan teori dan pembentukan teori kembali mempengaruhi data.
Dari ketiga pandangan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa teori dapat dipandang sebagai berikut:
1. Teori menunjuk kepada sekelompok hukum yang tersusun secara logis. Hukum-hukum ini biasanya memiliki sifat hubungan yang deduktif. Suatu hukum menunjukkan suatu hubungan antara variabel-variabel empiris yang bersifat ajeg dan dapat diramal sebelumnya.
2. Suatu teori juga dapat merupakan suatu rangkuman tertulis mengenai suatu kelompok hukum yang diperoleh secara empiris dalam suatu bidang tertentu. Disini orang mulai dari data yang diperoleh dan dari data yang diperoleh itu datang suatu konsep yang teoritis (induktif).
3. Suatu teori juga dapat menunjuk pada suatu cara menerangkan yang menggeneralisasi. Disini biasanya terdapat hubungan yang fungsional antara data dan pendapat yang teoritis.
Dengan demikian secara umum dapat ditarik kesimpulan bahwa, suatu teori adalah suatu konseptualisasi yang umum. Konseptualisasi atau sistem pengertian ini diperoleh melalui, jalan yang sistematis, dan yang pentinglagi adalah bahwa suatu teori harus dapat di uji kebenaranya, bila tidak dia bukan merupakan suatu teori.
Setiap teori akan mengalami perkembangan, dan perkembangan itu terjadi apabila teori sudah tidak relevan dan kurang berfungsi lagi untuk mengatasi masalah.

b. Fungsi teori
Coopre dan Schindler (2003), seperti yang dikutip sugiono (2005), menyatakan bahwa kegunaan teori dalam penelitian adalah :
1. Theory narrows the range of fact we need to study.
2. Theory suggest which research approaches are likely to yield the greatestmeaning.
3. Thyeory suggest a system for nthe research to impose on data in order to classify them in the most meaningful way.
4. Theory summarizes what is known about object of study and states the uniformities that lie beyond immediate observation.
5. Theory can be used to predict further fact that should be found.

Sedangkan menurut Hill (1990:28) secara umum fungsi dari teori adalah Pertama,Sebagai pendekatan terhadap suatu bidang pengetahuan; suatu cara menganalisis, membicarakan dan meneliti fenomena. Kedua; Teori berupaya untuk meringkas sekumpulan besar pengetahuan mengenai hukum-hukum tertentu kedalam ruang yang cukup kecil. Ketiga; Teori secara kreatif berupaya menjelaskan apa dan mengapa sesuatu/fenomena berlangsung seperti apa adanya.

c. Perbedaan posisi teori dalam penelitian kualitatif dan kuantitatif
Sugiono (2005) mengatakan bahwa semua penelitian bersifat ilmiyah, oleh karena itu semua peneliti harus berbekal teori. Dalam penelitian kuantitatif, teori yang digunakan harus sudah jelas, karena teori disini akan berfungsi untuk memperjelas masalah yang akan diteliti, sebagai dasar untuk merumuskan hipotesis, dan sebagai referensi untuk menyusun instrumen penelitian. Oleh karena itu landasan teori dalam penelitian kuantitatif harus sudah jelas teori apa yang akan dipakai.
Sedangkan dalam penelitian kualitatif, karena permasalahan yang dibawa oleh peneliti masih bersifat sementara, maka teori yang digunakan dalam penyusunan proposal penelitian kualitatif juga masih bersifat sementara, dan akan berkembang setelah peneliti memasuki lapangan atau konteks sosial. Dalam kaitanyaa dengan teori , kalau dalam penelitian kuantitatif itu sifatnya menguji hipotesis atau teori, sedangkan dalam penelitian kualitatif bersifat menemukan teori.
Dalam penelitian kuantitatif jumlah teori yang digunakan sesuai dengan jumlah variabel yang diteliti, sedangkan dalam penelitian kualitatif yang bersifat holistik, jumlah teori yang harus dimiliki oleh peneliti jauh lebih banyak karena harus disesuaikaan dengan fenomena yang berkembang dilapangan.





2. Teknologi Pembelajaran
A. Definisi Teknologi Pembelajaran
Definisi AECT 1963
Komunikasi audio-visual adalah cabang dari teori dan praktek pendidikan yang terutama berkepentingan dengan mendesain, dan menggunakan pesan guna mengendalikan proses belajar, mencakup kegiatan : (a) mempelajari kelemahan dan kelebihan suatu pesan dalam proses belajar; (b) penstrukturan dan sistematisasi oleh orang maupun instrumen dalam lingkungan pendidikan, meliputi : perencanaan, produksi, pemilihan, manajemen dan pemanfaatan dari komponen maupun keseluruhan sistem pembelajaran. Tujuan praktisnya adalah pemanfaatan tiap metode dan medium komunikasi secara efektif untuk membantu pengembangan potensi pembelajar secara maksimal.
Meski masih menggunakan istilah komunikasi audio- visual, definisi di atas telah menghasilkan kerangka dasar bagi pengembangan Teknologi Pembelajaran berikutnya serta dapat mendorong terjadinya peningkatan pembelajaran.

Definisi Commission on Instruction Technology (CIT) 1970
Dalam pengertian yang lebih umum, teknologi pembelajaran diartikan sebagai media yang lahir sebagai akibat revolusi komunikasi yang dapat digunakan untuk keperluan pembelajaran di samping guru, buku teks, dan papan tulisan. bagian yang membentuk teknologi pembelajaran adalah televisi, film, OHP, komputer dan bagian perangkat keras maupun lunak lainnya. Teknologi Pembelajaran merupakan usaha sistematik dalam merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi keseluruhan.
proses belajar untuk suatu tujuan khusus, serta didasarkan pada penelitian tentang proses belajar dan komunikasi pada manusia yang menggunakan kombinasi sumber manusia dan manusia agar belajar dapat berlangsung efektif.
Dengan mencantumkan istilah tujuan khusus, tampaknya rumusan tersebut berusaha mengakomodir pengaruh pemikiran B.F.Skinner (salah seorang tokoh Psikologi Behaviorisme) dalam teknologi pembelajaran. Begitu juga, rumusan tersebut memandang pentingnya penelitian tentang metode dan teknik yang digunakan untuk mencapai tujuan khusus.


Definisi Silber 1970
Teknologi Pembelajaran adalah pengembangan (riset, desain, produksi, evaluasi, dukungan- pasokan, pemanfaatan) komponen sistem pembelajaran (pesan, orang, bahan, peralatan, teknik dan latar) serta pengelolaan usaha pengembangan (organisasi dan personal) secara sistematik, dengan tujuan untuk memecahkan masalah belajar.
Definisi yang dikemukakan oleh Kenneth Silber di atas menyebutkan istilah pengembangan. Pada definisi sebelumnya yang dimaksud dengan pengembangan lebih diartikan pada pengembangan potensi manusia. Dalam definisi Silber, penggunaan istilah pengembangan memuat dua pengertian, disamping berkaitan dengan pengembangan potensi manusia juga diartikan pula sebagai pengembangan dari Teknologi Pembelajaran itu sendiri, yang mencakup : perancangan, produksi, penggunaan dan penilaian teknologi untuk pembelajaran.

Definisi MacKenzie dan Eraut 1971
Teknologi Pendidikan merupakan studi sistematik mengenai cara bagaimana tujuan pendidikan dapat dicapai.Definisi sebelumnya meliputi istilah, mesin, instrumen atau media, sedangkan dalam definisi MacKenzie dan Eraut ini tidak menyebutkan perangkat lunak maupun perangkat keras, tetapi lebih berorientasi pada proses.

Definisi AECT 1972
Pada tahun 1972, AECT berupaya merevisi defisini yang sudah ada (1963, 1970, 1971), dengan memberikan rumusan sebagai berikut :
Teknologi Pendidikan adalah suatu bidang yang berkepentingan dengan memfasilitasi belajar pada manusia melalui usaha sistematik dalam : identifikasi, pengembangan, pengorganisasian dan pemanfaatan berbagai macam sumber belajar serta dengan pengelolaan atas keseluruhan proses tersebut.
Definisi ini didasari semangat untuk menetapkan komunikasi audio-visual sebagai suatu bidang studi. Ketentuan ini mengembangkan gagasan bahwa teknologi pendidikan merupakan suatu profesi.


Definisi AECT 1977
Teknologi pendidikan adalah proses kompleks yang terintegrasi meliputi orang, prosedur, gagasan, sarana, dan organisasi untuk menganalisis masalah, merancang, melaksanakan, menilai dan mengelola pemecahan masalah dalam segala aspek belajar pada manusia.
Definisi tahun 1977, AECT berusaha mengidentifikasi sebagai suatu teori, bidang dan profesi. Definisi sebelumnya, kecuali pada tahun 1963, tidak menekankan teknologi pendidikan sebagai suatu teori.

Definisi AECT 1994.
Teknologi Pembelajaran adalah teori dan praktek dalam desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, serta evaluasi tentang proses dan sumber untuk belajar.
Meski dirumuskan dalam kalimat yang lebih sederhana, definisi ini sesungguhnya mengandung makna yang dalam. Definisi ini berupaya semakin memperkokoh teknologi pembelajaran sebagai suatu bidang dan profesi, yang tentunya perlu didukung oleh landasan teori dan praktek yang kokoh. Definisi ini juga berusaha menyempurnakan wilayah atau kawasan bidang kegiatan dari teknologi pembelajaran. Di samping itu, definisi ini berusaha menekankan pentingnya proses dan produk.

B. Kawasan Teknologi Pembelajaran.
1. Fungsi Kawasan
Taksonomi merupakan klasifikasi yang berlandaskan pada hubungan. Dalam karya klasik Taksonomi Tujuan Pendidikan: Ranah Kognitif, Benjamin Bloom membedakan taksonomi dengan skema klasifikasi yang lebih sederhana. Menurut Bloom, taksonomi: (1) tidak boleh mengandung unsur-unsur yang arbitrer, (2) harus sesuai dengan fenomena riil yang menjadi ungkapan istilah tersebut, dari (3) harus teruji secara konsisten dengan pandangan-pandangan teoritis dari bidang.

“Tujuan utama dalam membuat suatu taksonomi ... adalah untuk mem-permudah komunikasi ... tujuan utama dalam menciptakan taksonomi apapun ialah untuk pemilihan lambang-lambang yang sesuai, men¬definisikarmya yang tepat dan dapat digunakan, serta mendapatkan konsensus dari kelompok yang akan menggunakannya (Bloom, 1956 10-11)”


Barbara B. Seels dan Rita C dari komisi terminologi AECT mengembangkan definisi teknologi pembelajaran sebagai teori dan praktek dalam disain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, dan penilaian proses dan sumber untuk belajar. Definisi tersebut mempunyai kawasan komponen; 1) teori dan praktek, 2) desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, dan penilaian, 3) proses dan sumber, 4) untuk kepentingan belajar.
Tujuan dirumuskannya kategori dan fungsi dengan jelas adalah agar kerjasama antara kaum akademisi dengan kaum praktisi bisa berjalan lebih disiplin disebabkan oleh bervariasinya definisi untuk suatu istilah yang sama. Komponen teori dan praktek menunjukkan bahwa teknologi pembelajaran memiliki landasan pengetahuan yang didasarkan atas hasil kajian melalui riset dan pengalaman. Teori ditunjukkan oleh adanya konsep, konstruksi, prinsip dan proposisi yang memberi sumbangan terhadap keluasan pengetahuan. Sedangkan praktek merupakan penerapan pengetahuan tersebut dalam setting pendidikan atau pembelajaran tertentu, terutama dalam memecahkan masalah belajar (Ishak Abdulhak: 2006).
Para peneliti dapat berkonsentrasi pada satu kawasan, para praktisi sering harus melakukan fungsi dalam beberapa atau semua kawasan. Walaupun para peneliti tersebut dapat memfokuskan diri pada satu kawasan dan dapat mengambil manfaat pada kawasan yang lain.

2. Hubungan Antar Kawasan
Seorang praktisi yang bekerja dalam kawasan desain menggunakan teori mengenai karakteristik media dari kawasan pengembangan dan kawasan pemanfaatan dan teori mengenai analisis masalah dan pengukuran dari kawasan penilaian. Sifat saling melengkapi dari hubungan antar kawasan dapat dilihat pada Gambar Hubungan antar kawasan yang terdapat dalam kawasan Teknologi Pembelajaran merupakan rang¬kuman tentang wilayah utama yang merupakan dasar pengetahuan bagi setiap kawasan dalam bidang. Setiap ka-wasan dan hubungannya dengan kawasan-kawasan lain. Untuk setiap kawasan akan ada penjelasan mengenai sumbernya, apa yang jadi cakupannya, subkategori apa yang ada dalam kawasan tersebut, serta karakteristiknya yang berhubungan dengan setiap kategori. Hubungan antar kawasan ini bersifat sinergistik.



3. Deskripsi kawasan
a. Kawasan Desain
Kawasan desain pembelajaran kadang-kadang dikaburkan dengan pengembangan, atau bahkan dengan konsep yang lebih luas dari pembelajaran itu sendiri. Namun definisi ini membatasi desain pada fungsi perencanaan, baik pada tingkat mikro maupun pada tingkat makro. Karena hubungannya yang erat antara desain pembelajaran dan kawasan lain dari Teknologi Pembelajaran, landasan pengetahuan desain tidaklah statis. Hal ini untuk menjaga konsistensi hubungan antara kawasan desain dengan kawasan lain; pengembangan, Pemanfaatan, Pengelolaan, dan penilaian. Desain adalah proses untuk menentukan kondisi belajar. Tujuan desain ialah untuk menciptakan strategi dan produk pada tingkat makro, seperti program dan kurikulum, dan pada tingkat mikro, seperti pelajaran dan modul.
Kawasan desain paling tidak meliputi empat cakupan utama dari teori dan praktik. (1) Desain Sistem Pembelajaran (DSI) adalah prosedur yang terorganisasi yang meliputi langkah¬-langkah penganalisaan, perancangan, pengembangan, pengaplikasian dan penilaianan pembelajaran. (2) Desain Pesan meliputi perencanaan untuk merekayasa bentuk fisik dari pesan. (3) Strategi Pembelajaran. adalah spesifikasi untuk menyeleksi serta mengurutkan peristiwa belajar atau kegiatan pembelajaran dalam suatu pelajaran. (4) Karakteristik pebelajar adahah segi-segi latar belakang pengalaman pebelajar yang berpengaruh terhadap efektivitas proses belajarnya

b. Kawasan Pengembangan.
Kawasan pengembangan berakar pada produksi media. Menyertai proses perkembangan kemampuan media yang semakin tahun semakin berkembang, ini kemudian berakibat pada dinamisasi kandungan dalam kawasan ini. Walaupun perkembangan buku teks dan alat bantu pembelajaran yang lain mendahului film, namun pemunculan film merupakan tonggak sejarah perkembangan dari gerakan audiovisual ke era Teknologi pembelajaran modern sekarang ini. Pada tahun 1930an film mulai digunakan untuk kegiatan pembelajaran. Sebagai salah satu hasilnya, muncullah katalog film yang pertama. Sekitar tahun 1970an komputer mulai digunakan untuk pembelajaran, dan permainan simulasi menjadi mode di sekolah¬-sekolah. Selama tahun-tahun 1980an teori dan praktek di bidang pembelajaran yang berlandaskan komputer berkembang seperti jamur, dan sekitar tahun 1990an multimedia terpadu yang berlandaskan komputer merupakan bagian dari kawasan ini.
Pengembangan adalah proses penterjemahan spesifikasi desain ke dalam bentuk fisik. Kawasan pengembangan mencakup banyak variasi teknologi yang digunakan dalam pembelajaran. Walaupun demikian, tidak berarti lepas dari teori dan praktek yang ber-hubungan dengan belajar dan desain. Tidak pula kawasan tersebut berfungsi bebas dari penilaian, pengelolaan atau pemanfaatan. Melainkan timbul karena dorongan teori dan desain dan harus tanggap terhadap tuntutan penilaian formatif dan praktek pemanfaatan serta kebutuhan pengelolaan. Begitu pula, kawasan pengembangan tidak hanya terdiri dari perangkat keras pembelajaran, melainkan juga mencakup perangkat lunaknya, bahan-bahan visual dan audio, serta program atau paket yang merupakan paduan berbagai bagian.
Di dalam kawasan pengembangan terdapat keterkaitan yang kompleks antara teknologi dan teori yang mendorong baik desain¬ pesan maupun strategi pembelajaran. Pada dasarnya kawasan pengembangan dapat dijelaskan dengan adanya: a) pesan yang didorong oleh isi, b) strategi pembelajaran yang didorong oleh teori, dan c) manifestasi fisik dari teknologi - perangkat keras, perangkat lunak dan bahan pembelajaran.
Kawasan Pengembangan dapat diorganisasikan dalam empat kategori : teknologi cetak (yang menyediakaa landasan untuk katego¬ri yang lain), teknologi audiovisual, teknologi berazaskan komputer, dan teknologi terpadu. Karena kawasan pengembangan mencakup fungsi-fungsi desain, produksi, dan penyampaian, maka suatu bahan dapat didesain dengan menggunakan satu jenis teknologi, diproduksi dengan menggunakan yang lain, dan disampaikan dengan meng¬gunakan yang lain lagi. Teknologi Cetak: adalah cara untuk mem¬produksi atau menyampaikan bahan, seperti buku-buku dan bahan¬-bahan visual yang statis, terutama melalui proses pencetakan mekanis atau fotografis. Teknologi audiovisual merupakan cara memproduksi dan menyampaikan bahan dengan menggunakan peralatan mekanis dan elektronis untuk menyajikan pesan-pesan audio dan visual. Teknologi berbasis komputer merupakan cara-cara memproduksi dan menyampaikan bahan dengan menggunakan perangkat yang bersumber pada mikro¬prosesor. Teknologi terpadu merupakan cara untuk memproduksi dan menyempaikan bahan dengan memadukan beberapa jenis media yang dikendalikan komputer.

c. Kawasan Pemanfaatan
Pemanfaatan mungkin merupakan kawasan Teknologi Pembelajaran tertua di antara kawasan-kawasan yang lain, karena penggunaan bahan audiovisual secara teratur mendahului meluasnya perhatian terhadap desain dan produksi media pembelajaran yang sistematis. Kawasan pemanfaatan berasal dari gerakan pendidikan visual yang tumbuh subur selama dekade pertama abad ini dengan didirikannya museum-museum sekolah. Eksperimen sistematis yang pertama dilaksanakan dalam mempersiapkan pameran untuk tujuan pembelajaran. Juga selama tahun-tahun awal abad keduapuluh, guru guru mulai berupaya untuk menggunakan film teatrikal dan film singkat mengenai pokok pembelajaran di ruangan kelas. Selama bertahun-tahun, kawasan pemanfaatan dipusatkan pada aktivitas guru dan ahli media yang membantu guru. Model dan teori dalam kawasan pemanfaatan cenderung terpusat pada perspektif pengguna. Akan tetapi, desain diperkenalkannya konsep difusi ino¬vasi pada akhir tahun 1960an mengacu pada proses komunikasi.
Definisi AECT tahun 1977 menggabungkan pemanfaatan dan desiminasi menjadi satu fungsi, yaitu Pemanfaatan-Desiminasi. Tujuan dari fungsi tersebut ialah "memperkenalkan pebelajar dengan informasi yang berhubungan dengan telmologi pendidikan" (AECT, 1977:66). Definisi tahun 1977 juga memasukkan suatu fungsi peman¬faaian tersendiri dengan definiisi yang sama "memperkenalkan pebel¬ajar dengan sumber belajar dan komponen sistem pembelajaran". Dalam definisi tahun 1994, tugas desiminasi, yang berarti "usa¬ha yang secara sengaja dan sistematis untuk membuat orang lain sadar akan adanya suatu perkembangan dengan cara menyebarkan informasi" (Ellington dan Harris, 1986, hal. 51), dimasukkan ke dalam difusi sebagai subkategori inovasi dari kawasan pemanfaatan.
Pemanfaatan adalah aktivitas menggunakan proses dan sumber untuk belajar. Pemanfaatan media adalah penggunaan yang sistematis dari sumber untuk belajar. Adapun cakupan dalam kawasan ini, Pemanfaatan media yang merupakan penggunaan yang sistematis dari sumber untuk pembelajaran. Difusi inovasi yaitu proses berkomunikasi melalui strategi yang terencana dengan tujuan untuk diadopsi. Selanjutnya adalah Implementasi dan pelembagaan. Implementasi merupakan penggunaan bahan dan strategi pembelajaran dalam keadaan yang sesungguhnya (bukan tersimulasikan). Sedangkan pelembagaan adalah penggunaan yang rutin dan pelestarian dari inovasi pembelajaran dalam suatu struktur atau budaya organisasi. Cakupan yang terahir, Kebijakan dan regulasi yaitu aturan dan tindakan dari masyarakat (atau wakilnya) yang mem¬pengaruhi difusi atau penyebaran dan penggunaan Teknologi Pembel¬ajaran. Kebijakan dan peraturan biasanya dihambat oleh permasalah¬an etika dan ekonomi.

d. Kawasan Pengelolaan
Konsep pengelolaan merupakan bagian integral dalam bidang Teknologi Pembelajaran dan dari peran kebanyakan para teknolog pembelajaran. Secara perorangan tiap ahli dalam bidang ini dituntut untuk dapat memberikan pelayanan pengelolaan dalam berbagai latar. Seorang teknolog pembelajaran mungkin terlibat dalam usaha pengelolaan projek pengembangan pembelajaran atau pengelolaan pusat media sekolah. Tujuan yang sesungguhnya dari pengelolaan kasus demi kasus dapat sangat bervariasi, namun keterampilan pengelolaan yang mendasarinya relatif tetap sama apapun kasusnya. Kawasan pengelolaan semula berasal dari administrasi pusat media, program media dan pelayanan media. Pembauran perpus¬takaan dengan program media membuahkan pusat dan ahli perpustakaan media sekolah. Pada tahun 1976 Chisholm dan Ely menulis buku Media Personnel in Education: A Competency Approach yang, menekankan bahwa administrasi program media memegang peran sentral dalam khasanah teknologi pembelajaran. Definisi AECT tahun 1977 membagi fungsi pengelolaan dalam pengelolaan organisasi dan pengelolaan personil, seperti halnya yang dilakukan oleh para administrator dari program dan pusat media.
Kawasan Pengelolaan meliputi pengendalian Teknologi Pembelajaran melalui perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian dan supervisi. Secara singkat ada empat kategori dalam kawasan ini. Pengelolaan proyek meliputi perenca¬naan, monitoring dan pengendalian proyek desain dan pengembangan. Menurut Rothwell dan Kazanas (1992), pengelolaan proyek berbeda dengan pengelolaan tradisional, yaitu organisasi garis & staf (line and staffmanagement). Perbedaan itu disebabkan karena: (a) staf proyek mungkin baru, yaitu anggota tim untuk jangka pendek; (b) pengelola proyek biasanya tidak mempunyai wewenang jangka panjang atas orang karena sifat tugas mereka Yang sementara, dan (c) pengelola proyek memilila kendali dan fleksibilitas yang lebih luas dan yang biasa terdapat paria organisasi garis dan staf.
Pengelolaan sumber mencakup peren¬canaan, pemantauan, dan pengendalian sistem pendukung dan pelayanan sumber. Pengelolaan sumber sangat penting artinya karena mengatur pengendalian akses, mencakup personil, keuangan, bahan baku waktu, fasilitas, dnn sumber pembel¬ajaran. Pengelolaan sistem penyampaian meliputi perencanaan, pemantauan, pengendalian "cara bagaimana distribusi bahan pembelajaran diorganisasikan. Hal tersebut merupakan suatu gabungan medium dan cara penggunaan yang dipakai dalam menyajikan informasi pembelajaran kepada pebelajar". Pengelolaan informasi meliputi pe¬rencanaan, pemantauan dan pengendalian cara penyimpanan, peng¬iriman/pemindahan atau pemrosesan informasi dalam rangka tersedianya sumber untuk kegiatan belajar.

e. Kawasan Penilaian
Penilaian dalam pengertian yang paling luas adalah aktivitas manusia sehari-hari. Dalam kehidupan sehari-hari kita selalu menakar nilai aktivitas atau kejadian berdasarkan kepada sistem penilaian tertentu. Pengembangan program pendidikan formal, menuntut perlunya program penilaian yang bersifat formal pula. Penilaian program-program ini memerlukan penerapan prosedur yang lebih sitematik dan ilmiah. Ahli kurikulum Ralph Tyler dikenal orang sebagai pencetus gagasan tentang penilaian pada tahun-tahun 1930an (Worthen dan Sanders, 1973). Pada tahun 1965 indikasi tersebut terlihat dalam naskah "Elementary and Secondary Education Act" (Undang-undang Pendidikan Dasar dan Menengah AS.) memberikan wewenang perlunya diadakan analisis kebutuhan dan penilaian untuk jenis jenis program tertentu. Sejak itu, penilaian berkembang menjadi bidang dan mempunyai asosiasi profesi tersendiri.
Dengan perhatian yang lebih terarah pada penilaian- formal menjadi jelas bahwa penilaian harus membandingkan hasil dengan tujuan. Jadi, lingkup Penilaian mencakup penelusuran kebutuhan (need assessment). Atas dasar orientasi ini, Roger Kaufman (1972) memberikan kerangka gagasan untuk menganalisis kesesuaian tujuan pembelajaran. Tujuan penelitian tradisional secara garis besar ialah peningkatan ilmu. Sedangkan tujuan penelitian penilaian, ialah mendapatkan data untuk pengambilan keputusan memperbaiki, memperluas, atau meng¬hentikan suatu proyek, program atau produk.
Penilaian ialah proses penentuan memadai atau tidakanya pembel-ajaran dan belajar. Penilaian merupaken penentuan nilai dari suatu barang. Seperti terlihat pada konsep dasar kata ‘penilaian’, bahwa kegiatan ini dilakukan secara teliti, akurat, dan sistematis. Dalam pendi¬dikan, hal itu berarti penentuan secara formal mengenai kualitas, efektivitas atau nilai dari suatu program, produk, proyek, proses, tujuan atau kurikulum. Penilaian mengunakan metode inkuiri dan per¬timbangan, termasuk :(1) penentuan standart untuk mempertimbangkan kualitas dan menentuikan apakah standart tesebut harus bersifat relatif atau absolut; (2) pengumpulan informasi; dan (3) menerapkan Penggunaan standar untuk menentukan kualitas (Barbara :1994 ,h. 60).
Adapun sub-kawasan penialian adalah; Analisis masalah mencakup cara penen¬tuan sifat dan parameter masalah dengan menggunakan strategi pengumpulan informasi dan pengambilan keputusan. Pengukuran Acuan-Patokan (PAP) meliputi teknik-teknik untuk menentukan kemampuan pebelajar mengyasai materi yang telah ditentukan sebelumnya. Penilaian formartif berkaitan dengan pengumpulan informasi tentang kecukupan dan nenggunaan informasi ini sebagai dasar pengembangan selanjutya. Sedangkan penilaian sumatif berkaitan dengan pengumpulan infor¬masi tentang kecukupan untuk pengambilan keputusan dalam hal pemanfaatan.

C. Fungsi Teknologi Pembelajaran
Prisedential commission on instructional technology yang dibentuk oleh pemerintah dan dewan perwakilan Amerika Serikat pada tahun 1969, menyimpulkan kegunaan/fungsi potensial teknologi pembelajaran adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan produktifitas pembelajaran, dengan jalan:
a. Memperlaju penahapan belajar.
b. Membantu guru untuk menggunakan waktunya secara lebih baik.
c. Mengurangi beban guru dalam penyajian informasi, sehingga guru dapat lebih banyak membina dan mengembangkan kegairahan belajar anak.
2. Memberikan kemungkinan pembelajaran yang sifatnya lebih indifidual, dengan jalan:
a. Mengurangi kontrol guru yang kaku dan tradisional.
b. Memberikan kesempatan anak berkembang sesuai dengan kemampuanya.
3. Memberikan dasar pembelajaran yang lebih ilmiyah, dengan jalan:
a. Perencanaan program pengajaran yang lebih sistematik.
b. Pengembangan bahan pengajaran yang dilandasi penelitian tentang perilaku.
4. Lebih memantapkan pengajaran, dengan jalan :
a. Meningkatkan kapasitas manusia dengan berbagai media komunikasi.
b. penyajian informasi dan data secara lebih konkrit.
5. Memungkinkan belajar secara lebih akrab karena :
a. Mengurangi jurang pemisah antara pelajaran didalam dan diluar sekolah.
b. Memberikan pengetahuana tangan pertama.
6. Memungkinkan penyajian pendidikan lebih luas dan merata, terutama dengan jalan:
a. Pemanfaatan bersama tenaga atau kejadian yang langka secara lebih luas.
b. Penyajian informasi menembus batas geografi.


C. PENUTUP

Demikianlah secara singkat dapat kami uraikan tentang landasan teori teknologi pembelajaran, semoga, meskipun uraian ini masih jauh dari sempurna, dapat di jadikan bahan bagi kita untuk memper luas cakrawala pengetahuan kita tentang metode penelitian dan teknologi pendidikan.
Dari beberapa uraiaan diatas dapatlah kita fahami dan kita simpulkan bahwa landasan teori merupakan salah satu bagian yang sangat penting dalam suatu penelitian, mengingat landasan teori merupakan bekal yang harus ada dalam setiap penelitian ilmiyah. Sedangkan arti dari teori itu sendiri adalah sekumpulan generalisasi yang dapat digunakan untuk menjelaskan fenomena secara sistematik. Karena objek penelitian kita adalah Teknologi pembelajaran maka teori-teori yang digunakan dalam penelitian, disamping teori yang relevan dengan objek penelitian, adalah tentunya teori2 yang dilahirkan atau yang ada hubunganya dengan teknologi pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA




Gall, D., Meredith & Borg, R., Walter Educational Research. Boston New York. 2003.

Miarso, Yusufhadi, Menyemai Benih Teknologi Pendidikan Jakarta: Kencana Perdana Media Group, agustus 2007.
Sugiono, Prof, Dr., Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung : Alfabeta, 2005
Hill, F., Winfred, Theories of learning (diterjemahkan oleh M.khozin dari karya aslinya, Learning:A survey of Psycological Interpretations, Harper Collins Publisher, 1990), Bandung:Nusa Dua, 2009 Hal. 28.

Abdulhak, Ishak. (2006). Rancang Bangun Teknologi Pendidikan. Bandung, Sekolah Pascasarjana UPI.

Seels, Barbara, B. and Richey, Rita C. (1994). Instructional Technology: The Definition and Domains of the Field. Washington DC: AEC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar