Pages

Selasa, 22 Februari 2011

Teori Behavioristik

A. PENDAHULUAN
Dalam proses pembelajaran, baik formal, non-formal maupun informal, Teori pembelajaran memiliki peran yang penting. Teori pembelajaran akan menentukan bagaimana proses pembelajaran itu terjadi, disini kami akan membahas tentang salah satu teori pembelajaran yang sering dibicarakan oleh para ahli pendidikan yaitu teori behavioristik yang memandang bahwa belajar merupakan perubahan tingkah laku, yang bisa di amati, di ukur dan dinilai secara konkrit, karena adanya interaksi antara stimulus dan respon.

Namun sebelum membahas lebih dalam tentang Teori Behavioristik, kami rasa perlu untuk memberikan sedikit pemaparan tentang apa itu Teori. Dalam pengertian yang luas teori adalah interpretasi sistematis atas sebuah bidang pengetahuan. Dalam konteks ini kita membahas teori pembelajaran. Dari pengertian secara umum tentang teori diatas maka, teori pembelajaran adalah interpretasi sistematis terhadap suatu proses pembelajaran. Dimana teori tersebut kemudian menjadi dasar pembenaran (justification) bagi para pelaku pendidikan dalam proses pembelajaran. Dalam teori pembelajaran paling tidak ada tiga fungsi teori yang berbeda namun memiliki keterkaitan yang erat antara yang satu dengan yang lain .
Fungsi tersebut adalah; Pertama,Sebagai pendekatan terhadap suatu bidang pengetahuan; suatu cara menganalisis, membicarakan dan meneliti pembelajaran. Teori pembelajaran menggambarkan sudut pandang peneliti mengenai aspek-aspek pembelajaran yang paling bernilai untuk dipelajari. Kedua,Teori pembelajaran berupaya untuk meringkas sekumpulan besar pengetahuan mengenai hukum-hukum pembelajaran kedalam ruang yang cukup kecil. Ketiga,Teori pembelajaran secara kreatif berupaya menjelaskan apa itu pembelajaran dan mengapa pembelajaran berlangsung seperti apa adanya.

B. TEORI BEHAVIORISTIK
1. Konsep / Pandangan terhadap pembelajaran.
Teori behavioristik adalah teori beraliran behaviorisme yang merupakan salah satu aliran psikologi. Teori ini memandang indifidu hanya dari sisi fenomena jasmaniyah, dan mengabaikan aspek-aspek mental. Sehingga dengan kata lain behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata hanya untuk melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu.
Seperti yang telah disampaikan di atas bahwa teori behavioristik memandang bahwa belajar merupakan perubahan tingkah laku, yang bisa di amati, di ukur dan di nilai secara konkrit, karena adanya interaksi antara stimulus dan respon. Perubahan terjadi melalui rangsangan (stimulus) yang menimbulkan perilaku reaktif (respon) berdasarkan hukum-hukum mekanistik. Stimulus tidak lain adalah lingkungan belajar anak, baik yang internal maupun eksternal yang menjadi penyebab belajar. Sedangkan respon adalah akibat atau dampak, berupa reaksi fisik terhadap stimulans. Belajar berarti penguatan ikatan, asosiasi, sifat dan kecenderungan S-R.
Menurut teori ini yang terpenting adalah masuk atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respon. Sedangkan apa yang terjadi antara stimulus dan respon dianggap tidak penting untuk diperhatikan karena tidak bisa diamati. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan tingkah lakunya. Misalnya; siswa belum dapat dikatakan berhasil dalam belajar Ilmu Pengetahuan Sosial jika dia belum bisa/tidak mau melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan sosial seperti; kerja bakti, ronda dll.

2. Tokoh-tokoh dan pemikiranya.
a. Thorndike : koneksionisme.
Thorndike adalah seorang pendidik dan sekaligus psikolog berkebangsaan Amerika. Menurutnya, belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi (koneksi) antara peristiwa yang disebut dengan Stimulus (S) dengan Respon (R). Stimulus adalah perubahan dari lingkungan exsternal yang menjadi tanda untuk mengaktifkan organisme untuk beraksi/berbuat. Sedangkan respon adalah sembarang tingkah laku yang dimunculkan karena adanya perangsang.
Dari percobaannya yang terkenal (puzzle box) diketahui bahwa supaya tercapai hubungan antara stimulus dan respon, perlu adanya kemampuan untuk memilih respon yang tepat serta melalui usaha-usaha atau percobaan-percobaan (trial) dan kegagalan-kegagalan (Error) terlebih dahulu. Bentuk paling dasar dari belajar adalah “Trial and Error learning atau selecting and conecting learning” dan berlangsung menurut hukum-hukum tertentu. Oleh karena itu teori belajar yang dikemukakan oleh thorndike ini sering disebut teori belajar koneksionisme atau asosiasi. Prinsip pertama teori koneksionisme adalah belajar merupakan kegiatan membentuk asosiasi (conection) antara kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak.
Dari exsperimen puzzle box-nya thorndike menemukan tiga hukum belajar yaitu; Hukum kesiapan (Law of readiness) dimana semakin siap suatu organisme memperoleh perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat. Hukum Latihan (Law of excercise) yaitu semakin sering tingkah laku di ulang/dilatih (digunakan), maka asosiasi tersebut akan semakin kuat. Yang terakhir adalah hukum akibat (law of effect) yaitu hubungan stimulus respon akan cenderung di perkuat bila akibatnya menyenangkan dan sebaliknya cenderung melemah jika akibatnya tidak memuaskan.

b. Watson : Conditioning
Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat di amati (observable) dan dapat di ukur. Jadi meskipun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu di perhitungkan karena tidak dapat diamati.
Watson adalah seorang behaviorist murni, karena kajianya tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperti fisika atau biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur. Hanya dengan asumsi seperti itulah - menurut watson - kita dapat meramalkan perubahan apa yang bakal terjadi pada siswa.

c. Guthrie : Conditioning.
Azas belajar guthrie yang utama adalah hukum kontinguity. Yaitu gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama. Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi. Penguatan hanya sekedar melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru.
Teori guthrie ini mengatakan bahwa hubungan stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karenanya dalam kegiatan belajar, peserta didik perlu sesering mungkin diberi stimulus agar hubungan stumulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.

d. Skinner : Operant conditioning
Skinner adalah seorang yang berkebangsaan Amerika yang dikenal sebagai seorang tokoh behavioris yang meyakini bahwa perilaku individu dikontrol melalui proses operant conditioning dimana seseorang dapat mengontrol tingkah laku organisme melalui pemberian reinforcement yang bijaksana dalam lingkungan yang relatif besar.
Menagement kelas menurut skinner adalah berupa usaha untuk memodifikasi perilaku antara lain dengan proses penguatan yaitu memberi penghargaan pada perilaku yang diinginkan dan tidak memberi imbalan apapun pada perilaku yang tidak tepat. Operant Conditioning adalah suatu proses perilaku operant (penguatan positif atau negatif) yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang kembali atau menghilang sesuai dengan keinginan.
Menurut skinner – berdasarkan percobaanya terhadap tikus dan burung merpati – unsur terpenting dalam belajar adalah penguatan. Maksudnya adalah penguatan yang terbentuk melalui ikatan stimulus respond akan semakin kuat bila diberi penguatan ( penguatan positif dan penguatan negatif). Bentuk penguatan positif berupa hadiah, perilaku, atau penghargaan. Sedangkan bentuk penguatan negatif adalah antara lain menunda atau tidak memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan, atau menunjukkan perilaku tidak senang.
Skinner tidak percaya pada asumsi yang dikemukakan guthrie bahwa hukuman memegang peranan penting dalam proses pelajar. Hal tersebut dikarenakan –menurut skinner- (1) pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat sementara, (2) dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian dari jiwa si terhukum) bila hukuman berlangsung lama, (3) hukuman mendorong si terhukum mencari cara lain (meskipun salah dan buruk) agar ia terbebas dari hukuman, (4) hukuman dapat mendorong si terhukum melakukan hal-hal lain yang kadangkala lebih buruk dari pada kesalahan pertama yang diperbuatnya. Skinner lebih percaya dengan apa yang disebut penguatan baik negatif maupun positif.

e. Pavlov : Classic Conditioning
Dalam pemikiranya Pavlov berasumsi bahwa dengan menggunakan rangsangan-rangsangan tertentu, perilaku manusia dapat berubah sesuai dengan apa yang diinginkan. Berangkat dari asumsi tersebut Pavlov mengadakan eksperimen dengan menggunakan binatang (anjing) karena ia menganggap binatang memiliki kesamaan dengan manusia. Namun demikian, dengan segala kelebihanya secara hakiki, manusia berbeda dengan binatang.
Pavlov mengadakan percobaan dengan cara mengadakan operasi leher pada seekor anjing. Sehingga keluar kelenjar air liurnya dari luar. Apabila diperlihatkan sesuatu makanan, maka akan keluar air liur anjing tersebut. Kemudian dalam percobaan berikutya sebelum makanan diperlihatkan, diperlihatkanlah sinar merah terlebih dahulu, kemudian baru makanan. Dengan sendirinya air liurpun akan keluar pula. Apabila perbuatan demikian di lakukan berulang-ulang, maka pada suatu ketika dengan hanya memperlihatkan sinar merah saja tanpa makanan maka air liurpun akan keluar pula.
Makanan adalah rangsangan wajar, sedangkan merah rangsangan buatan. Ternyata kalau perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, rangsangan buatan ini akan menimbulkan syarat (kondisi) untuk timbulnya air liur pada anjing tersebut. Dari eksperimen tersebut, setelah pengkondisian atau pembiasaan, dapat di ketahui bahwa daging yang menjadi stimulus alami dapat di gantikan oleh sinar merah sebagai stimulus yang dikondisikan (conditioned stimulus) . Ketika sinar merah di nyalakan ternyata air liur anjing keluar sebagai respon-nya. Pavlov berpendapat bahwa kelenjar-kelenjar yang lainpun dapat dilatih sebagaimana tersebut.
Apakah situasi ini bisa diterapkan pada manusia? Ternyata dalam kehidupan sehari-hari ada situasi yang sama pada anjing. Sebagai contoh, suara lagu dari penjual es creem Walls yang berkeliking dari rumah kerumah. Awalnya mingkin suara itu asing, tetapi setelah si penjual es creem sering lewat, maka nada lagu tersebut bisa menerbitkan air liur. Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa dengan menerapkan strategi pavlov ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya.

3. Aplikasi teori behavioristik dalam pembelajaran.
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran yaitu - karena memandang pengetahuan adalah objektif, pasti, tetap dan tidak berubah – pengetahuan disusun dengan rapi sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowladge) kepada orang yang belajar. Fungsi pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yang sudah ada melalui proses berfikir yang dapat dianalisis dan dipilih, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berfikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Pembelajar diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar itulah yang harus di pahami oleh pebelajar (siswa).

C. PENUTUP.
Demikianlah beberapa pandangan tentang teori behavioristik, dari pemaparan di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa dalam teori behavioristik faktor lingkungan sangat penting perananya dalam proses pembelajaran, disamping itu teori ini juga mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar melalui prosedur stimulus respon.
Sebagai konsekuensi dari teori ini adalah para guru yang menggunakan paradigma behaviorisme akan menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap, sehingga tujuan pembelajaran yang harus dikuasai siswa disampaikan secara utuh oleh guru. Guru tidak banyak memberi ceramah tetapi instruksi singkat yang diikuti contoh-contoh baik dilakukan sendiri maupun melalui simulasi. Bahan pelajaran disusun secara hierarki dari yang sederhana sampai pada yang komplex. Sekian..........!!




DAFTAR PUSTAKA

Hill, F., Winfred, Theories of learning (diterjemahkan oleh M.khozin dari karya aslinya, Learning:A survey of Psycological Interpretations, Harper Collins Publisher, 1990), Bandung:Nusa Dua, 2009.

Budiningsih, C., Asri , Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005.

Hall S. Calvin & Lindzey, Gardner, Psikology kebribadian 3, Teori-Teori sifat dan behavioristik(diterjemahkan dari bukuTheories of personality, New york, Santa barbara Toronto, 1978) , yogyakarta: Kanisius 1993.

Read More......

Landasan Teori Penelitian TP

A. PENDAHULUAN.

Apapun dan bagaimanapun bentuk penelitian pasti akan menggunakan teori untuk memotret, menggambarkan dan menjelaskan fenomena dari objek yang akan diteliti. Di sini jelas bahwa peran teori sangat urgen, itu artinya jika suatu penelitian tidak memiliki landasan teori yang jelas (kuat) berarti hasil penelitian akan sulit bahkan tidak bisa dipertanggung jawabkan secara ilmiah.

Landasan teori dari suatu penelitian tertentu atau karya ilmiah sering juga disebut sebagai studi literatur atau tinjauan pustaka. Melalui penelitian atau kajian teori diperoleh kesimpulan-kesimpulan atau pendapat-pendapat para ahli, kemudian dirumuskan pada pendapat baru. Penulis harus belajar dan melatih dirinya untuk mengatasi masalah-masalah yang sulit, bagaimana mengekspresikan semua bahan dari bermacam-macam sumber menjadi suatu karya tulis yang memiliki bobot ilmiah.
karena seorang peneliti di tuntut untuk memiliki pemahaman teori yang memadai maka dari itu seorang peneliti harus banyak membaca buku-buku dan penelitian-penelitian yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukannya. Sumber-sumber bacaan dapat berbentuk buku teks, kamus, ensiklopedia, jurnal ilmiah dan hasil penelitian.

B. PEMBAHASAN.
1. Landasan Teori
a. Pengertian teori
William Wiersma (1986) seperti yang dikutip sugiono (2005) menyatakan bahwa : A theory is a generalization or series of generalization by which we attemt to explain some phenomena in a systemic manner. Teori adalah generalisasi atau kumpulan generalisasi yang dapat digunakan untuk menjelaskan berbagai fenomena secara sistematik.
Sedangkan Cooper dan Schindler (2003), masih dalam kutipan sugiono (2005), menemukakan bahwa A theory is a set of systematically interrelated concepts, definition and proposition that are advanced to explain and predict phenomena (fact). Teori adalah seperangkat konsep, definisi dan proposisi yang tersusun secara sistematis sehingga dapat digunakan untuk menjelaskan dan meramalkan fenomena.
Mark 1963 ( dalam siti rahayu haditono, 1999), membedakan adanya tiga macam teori. Ketiga teori yang dimaksud ini berhubungan dengan data empiris,yang dapat dibedakan ke dalam tiga jenis yaitu: Pertama; teori yang deduktif adalah teori yang memberikan keterangan dimulai dari suatu perkraan atau pikiran spekulatif tertentu kearah data yang akan diterangkan. Kedua; teori yang induktif yaitu yang cara menerangkanya dari data kearah teori. Ketiga; teori yang fungsional dimana terdapat suatu interaksi pengaruh antara data dan perkiraan teoritis, dimana data mempengaruhi pembentukan teori dan pembentukan teori kembali mempengaruhi data.
Dari ketiga pandangan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa teori dapat dipandang sebagai berikut:
1. Teori menunjuk kepada sekelompok hukum yang tersusun secara logis. Hukum-hukum ini biasanya memiliki sifat hubungan yang deduktif. Suatu hukum menunjukkan suatu hubungan antara variabel-variabel empiris yang bersifat ajeg dan dapat diramal sebelumnya.
2. Suatu teori juga dapat merupakan suatu rangkuman tertulis mengenai suatu kelompok hukum yang diperoleh secara empiris dalam suatu bidang tertentu. Disini orang mulai dari data yang diperoleh dan dari data yang diperoleh itu datang suatu konsep yang teoritis (induktif).
3. Suatu teori juga dapat menunjuk pada suatu cara menerangkan yang menggeneralisasi. Disini biasanya terdapat hubungan yang fungsional antara data dan pendapat yang teoritis.
Dengan demikian secara umum dapat ditarik kesimpulan bahwa, suatu teori adalah suatu konseptualisasi yang umum. Konseptualisasi atau sistem pengertian ini diperoleh melalui, jalan yang sistematis, dan yang pentinglagi adalah bahwa suatu teori harus dapat di uji kebenaranya, bila tidak dia bukan merupakan suatu teori.
Setiap teori akan mengalami perkembangan, dan perkembangan itu terjadi apabila teori sudah tidak relevan dan kurang berfungsi lagi untuk mengatasi masalah.

b. Fungsi teori
Coopre dan Schindler (2003), seperti yang dikutip sugiono (2005), menyatakan bahwa kegunaan teori dalam penelitian adalah :
1. Theory narrows the range of fact we need to study.
2. Theory suggest which research approaches are likely to yield the greatestmeaning.
3. Thyeory suggest a system for nthe research to impose on data in order to classify them in the most meaningful way.
4. Theory summarizes what is known about object of study and states the uniformities that lie beyond immediate observation.
5. Theory can be used to predict further fact that should be found.

Sedangkan menurut Hill (1990:28) secara umum fungsi dari teori adalah Pertama,Sebagai pendekatan terhadap suatu bidang pengetahuan; suatu cara menganalisis, membicarakan dan meneliti fenomena. Kedua; Teori berupaya untuk meringkas sekumpulan besar pengetahuan mengenai hukum-hukum tertentu kedalam ruang yang cukup kecil. Ketiga; Teori secara kreatif berupaya menjelaskan apa dan mengapa sesuatu/fenomena berlangsung seperti apa adanya.

c. Perbedaan posisi teori dalam penelitian kualitatif dan kuantitatif
Sugiono (2005) mengatakan bahwa semua penelitian bersifat ilmiyah, oleh karena itu semua peneliti harus berbekal teori. Dalam penelitian kuantitatif, teori yang digunakan harus sudah jelas, karena teori disini akan berfungsi untuk memperjelas masalah yang akan diteliti, sebagai dasar untuk merumuskan hipotesis, dan sebagai referensi untuk menyusun instrumen penelitian. Oleh karena itu landasan teori dalam penelitian kuantitatif harus sudah jelas teori apa yang akan dipakai.
Sedangkan dalam penelitian kualitatif, karena permasalahan yang dibawa oleh peneliti masih bersifat sementara, maka teori yang digunakan dalam penyusunan proposal penelitian kualitatif juga masih bersifat sementara, dan akan berkembang setelah peneliti memasuki lapangan atau konteks sosial. Dalam kaitanyaa dengan teori , kalau dalam penelitian kuantitatif itu sifatnya menguji hipotesis atau teori, sedangkan dalam penelitian kualitatif bersifat menemukan teori.
Dalam penelitian kuantitatif jumlah teori yang digunakan sesuai dengan jumlah variabel yang diteliti, sedangkan dalam penelitian kualitatif yang bersifat holistik, jumlah teori yang harus dimiliki oleh peneliti jauh lebih banyak karena harus disesuaikaan dengan fenomena yang berkembang dilapangan.





2. Teknologi Pembelajaran
A. Definisi Teknologi Pembelajaran
Definisi AECT 1963
Komunikasi audio-visual adalah cabang dari teori dan praktek pendidikan yang terutama berkepentingan dengan mendesain, dan menggunakan pesan guna mengendalikan proses belajar, mencakup kegiatan : (a) mempelajari kelemahan dan kelebihan suatu pesan dalam proses belajar; (b) penstrukturan dan sistematisasi oleh orang maupun instrumen dalam lingkungan pendidikan, meliputi : perencanaan, produksi, pemilihan, manajemen dan pemanfaatan dari komponen maupun keseluruhan sistem pembelajaran. Tujuan praktisnya adalah pemanfaatan tiap metode dan medium komunikasi secara efektif untuk membantu pengembangan potensi pembelajar secara maksimal.
Meski masih menggunakan istilah komunikasi audio- visual, definisi di atas telah menghasilkan kerangka dasar bagi pengembangan Teknologi Pembelajaran berikutnya serta dapat mendorong terjadinya peningkatan pembelajaran.

Definisi Commission on Instruction Technology (CIT) 1970
Dalam pengertian yang lebih umum, teknologi pembelajaran diartikan sebagai media yang lahir sebagai akibat revolusi komunikasi yang dapat digunakan untuk keperluan pembelajaran di samping guru, buku teks, dan papan tulisan. bagian yang membentuk teknologi pembelajaran adalah televisi, film, OHP, komputer dan bagian perangkat keras maupun lunak lainnya. Teknologi Pembelajaran merupakan usaha sistematik dalam merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi keseluruhan.
proses belajar untuk suatu tujuan khusus, serta didasarkan pada penelitian tentang proses belajar dan komunikasi pada manusia yang menggunakan kombinasi sumber manusia dan manusia agar belajar dapat berlangsung efektif.
Dengan mencantumkan istilah tujuan khusus, tampaknya rumusan tersebut berusaha mengakomodir pengaruh pemikiran B.F.Skinner (salah seorang tokoh Psikologi Behaviorisme) dalam teknologi pembelajaran. Begitu juga, rumusan tersebut memandang pentingnya penelitian tentang metode dan teknik yang digunakan untuk mencapai tujuan khusus.


Definisi Silber 1970
Teknologi Pembelajaran adalah pengembangan (riset, desain, produksi, evaluasi, dukungan- pasokan, pemanfaatan) komponen sistem pembelajaran (pesan, orang, bahan, peralatan, teknik dan latar) serta pengelolaan usaha pengembangan (organisasi dan personal) secara sistematik, dengan tujuan untuk memecahkan masalah belajar.
Definisi yang dikemukakan oleh Kenneth Silber di atas menyebutkan istilah pengembangan. Pada definisi sebelumnya yang dimaksud dengan pengembangan lebih diartikan pada pengembangan potensi manusia. Dalam definisi Silber, penggunaan istilah pengembangan memuat dua pengertian, disamping berkaitan dengan pengembangan potensi manusia juga diartikan pula sebagai pengembangan dari Teknologi Pembelajaran itu sendiri, yang mencakup : perancangan, produksi, penggunaan dan penilaian teknologi untuk pembelajaran.

Definisi MacKenzie dan Eraut 1971
Teknologi Pendidikan merupakan studi sistematik mengenai cara bagaimana tujuan pendidikan dapat dicapai.Definisi sebelumnya meliputi istilah, mesin, instrumen atau media, sedangkan dalam definisi MacKenzie dan Eraut ini tidak menyebutkan perangkat lunak maupun perangkat keras, tetapi lebih berorientasi pada proses.

Definisi AECT 1972
Pada tahun 1972, AECT berupaya merevisi defisini yang sudah ada (1963, 1970, 1971), dengan memberikan rumusan sebagai berikut :
Teknologi Pendidikan adalah suatu bidang yang berkepentingan dengan memfasilitasi belajar pada manusia melalui usaha sistematik dalam : identifikasi, pengembangan, pengorganisasian dan pemanfaatan berbagai macam sumber belajar serta dengan pengelolaan atas keseluruhan proses tersebut.
Definisi ini didasari semangat untuk menetapkan komunikasi audio-visual sebagai suatu bidang studi. Ketentuan ini mengembangkan gagasan bahwa teknologi pendidikan merupakan suatu profesi.


Definisi AECT 1977
Teknologi pendidikan adalah proses kompleks yang terintegrasi meliputi orang, prosedur, gagasan, sarana, dan organisasi untuk menganalisis masalah, merancang, melaksanakan, menilai dan mengelola pemecahan masalah dalam segala aspek belajar pada manusia.
Definisi tahun 1977, AECT berusaha mengidentifikasi sebagai suatu teori, bidang dan profesi. Definisi sebelumnya, kecuali pada tahun 1963, tidak menekankan teknologi pendidikan sebagai suatu teori.

Definisi AECT 1994.
Teknologi Pembelajaran adalah teori dan praktek dalam desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, serta evaluasi tentang proses dan sumber untuk belajar.
Meski dirumuskan dalam kalimat yang lebih sederhana, definisi ini sesungguhnya mengandung makna yang dalam. Definisi ini berupaya semakin memperkokoh teknologi pembelajaran sebagai suatu bidang dan profesi, yang tentunya perlu didukung oleh landasan teori dan praktek yang kokoh. Definisi ini juga berusaha menyempurnakan wilayah atau kawasan bidang kegiatan dari teknologi pembelajaran. Di samping itu, definisi ini berusaha menekankan pentingnya proses dan produk.

B. Kawasan Teknologi Pembelajaran.
1. Fungsi Kawasan
Taksonomi merupakan klasifikasi yang berlandaskan pada hubungan. Dalam karya klasik Taksonomi Tujuan Pendidikan: Ranah Kognitif, Benjamin Bloom membedakan taksonomi dengan skema klasifikasi yang lebih sederhana. Menurut Bloom, taksonomi: (1) tidak boleh mengandung unsur-unsur yang arbitrer, (2) harus sesuai dengan fenomena riil yang menjadi ungkapan istilah tersebut, dari (3) harus teruji secara konsisten dengan pandangan-pandangan teoritis dari bidang.

“Tujuan utama dalam membuat suatu taksonomi ... adalah untuk mem-permudah komunikasi ... tujuan utama dalam menciptakan taksonomi apapun ialah untuk pemilihan lambang-lambang yang sesuai, men¬definisikarmya yang tepat dan dapat digunakan, serta mendapatkan konsensus dari kelompok yang akan menggunakannya (Bloom, 1956 10-11)”


Barbara B. Seels dan Rita C dari komisi terminologi AECT mengembangkan definisi teknologi pembelajaran sebagai teori dan praktek dalam disain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, dan penilaian proses dan sumber untuk belajar. Definisi tersebut mempunyai kawasan komponen; 1) teori dan praktek, 2) desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, dan penilaian, 3) proses dan sumber, 4) untuk kepentingan belajar.
Tujuan dirumuskannya kategori dan fungsi dengan jelas adalah agar kerjasama antara kaum akademisi dengan kaum praktisi bisa berjalan lebih disiplin disebabkan oleh bervariasinya definisi untuk suatu istilah yang sama. Komponen teori dan praktek menunjukkan bahwa teknologi pembelajaran memiliki landasan pengetahuan yang didasarkan atas hasil kajian melalui riset dan pengalaman. Teori ditunjukkan oleh adanya konsep, konstruksi, prinsip dan proposisi yang memberi sumbangan terhadap keluasan pengetahuan. Sedangkan praktek merupakan penerapan pengetahuan tersebut dalam setting pendidikan atau pembelajaran tertentu, terutama dalam memecahkan masalah belajar (Ishak Abdulhak: 2006).
Para peneliti dapat berkonsentrasi pada satu kawasan, para praktisi sering harus melakukan fungsi dalam beberapa atau semua kawasan. Walaupun para peneliti tersebut dapat memfokuskan diri pada satu kawasan dan dapat mengambil manfaat pada kawasan yang lain.

2. Hubungan Antar Kawasan
Seorang praktisi yang bekerja dalam kawasan desain menggunakan teori mengenai karakteristik media dari kawasan pengembangan dan kawasan pemanfaatan dan teori mengenai analisis masalah dan pengukuran dari kawasan penilaian. Sifat saling melengkapi dari hubungan antar kawasan dapat dilihat pada Gambar Hubungan antar kawasan yang terdapat dalam kawasan Teknologi Pembelajaran merupakan rang¬kuman tentang wilayah utama yang merupakan dasar pengetahuan bagi setiap kawasan dalam bidang. Setiap ka-wasan dan hubungannya dengan kawasan-kawasan lain. Untuk setiap kawasan akan ada penjelasan mengenai sumbernya, apa yang jadi cakupannya, subkategori apa yang ada dalam kawasan tersebut, serta karakteristiknya yang berhubungan dengan setiap kategori. Hubungan antar kawasan ini bersifat sinergistik.



3. Deskripsi kawasan
a. Kawasan Desain
Kawasan desain pembelajaran kadang-kadang dikaburkan dengan pengembangan, atau bahkan dengan konsep yang lebih luas dari pembelajaran itu sendiri. Namun definisi ini membatasi desain pada fungsi perencanaan, baik pada tingkat mikro maupun pada tingkat makro. Karena hubungannya yang erat antara desain pembelajaran dan kawasan lain dari Teknologi Pembelajaran, landasan pengetahuan desain tidaklah statis. Hal ini untuk menjaga konsistensi hubungan antara kawasan desain dengan kawasan lain; pengembangan, Pemanfaatan, Pengelolaan, dan penilaian. Desain adalah proses untuk menentukan kondisi belajar. Tujuan desain ialah untuk menciptakan strategi dan produk pada tingkat makro, seperti program dan kurikulum, dan pada tingkat mikro, seperti pelajaran dan modul.
Kawasan desain paling tidak meliputi empat cakupan utama dari teori dan praktik. (1) Desain Sistem Pembelajaran (DSI) adalah prosedur yang terorganisasi yang meliputi langkah¬-langkah penganalisaan, perancangan, pengembangan, pengaplikasian dan penilaianan pembelajaran. (2) Desain Pesan meliputi perencanaan untuk merekayasa bentuk fisik dari pesan. (3) Strategi Pembelajaran. adalah spesifikasi untuk menyeleksi serta mengurutkan peristiwa belajar atau kegiatan pembelajaran dalam suatu pelajaran. (4) Karakteristik pebelajar adahah segi-segi latar belakang pengalaman pebelajar yang berpengaruh terhadap efektivitas proses belajarnya

b. Kawasan Pengembangan.
Kawasan pengembangan berakar pada produksi media. Menyertai proses perkembangan kemampuan media yang semakin tahun semakin berkembang, ini kemudian berakibat pada dinamisasi kandungan dalam kawasan ini. Walaupun perkembangan buku teks dan alat bantu pembelajaran yang lain mendahului film, namun pemunculan film merupakan tonggak sejarah perkembangan dari gerakan audiovisual ke era Teknologi pembelajaran modern sekarang ini. Pada tahun 1930an film mulai digunakan untuk kegiatan pembelajaran. Sebagai salah satu hasilnya, muncullah katalog film yang pertama. Sekitar tahun 1970an komputer mulai digunakan untuk pembelajaran, dan permainan simulasi menjadi mode di sekolah¬-sekolah. Selama tahun-tahun 1980an teori dan praktek di bidang pembelajaran yang berlandaskan komputer berkembang seperti jamur, dan sekitar tahun 1990an multimedia terpadu yang berlandaskan komputer merupakan bagian dari kawasan ini.
Pengembangan adalah proses penterjemahan spesifikasi desain ke dalam bentuk fisik. Kawasan pengembangan mencakup banyak variasi teknologi yang digunakan dalam pembelajaran. Walaupun demikian, tidak berarti lepas dari teori dan praktek yang ber-hubungan dengan belajar dan desain. Tidak pula kawasan tersebut berfungsi bebas dari penilaian, pengelolaan atau pemanfaatan. Melainkan timbul karena dorongan teori dan desain dan harus tanggap terhadap tuntutan penilaian formatif dan praktek pemanfaatan serta kebutuhan pengelolaan. Begitu pula, kawasan pengembangan tidak hanya terdiri dari perangkat keras pembelajaran, melainkan juga mencakup perangkat lunaknya, bahan-bahan visual dan audio, serta program atau paket yang merupakan paduan berbagai bagian.
Di dalam kawasan pengembangan terdapat keterkaitan yang kompleks antara teknologi dan teori yang mendorong baik desain¬ pesan maupun strategi pembelajaran. Pada dasarnya kawasan pengembangan dapat dijelaskan dengan adanya: a) pesan yang didorong oleh isi, b) strategi pembelajaran yang didorong oleh teori, dan c) manifestasi fisik dari teknologi - perangkat keras, perangkat lunak dan bahan pembelajaran.
Kawasan Pengembangan dapat diorganisasikan dalam empat kategori : teknologi cetak (yang menyediakaa landasan untuk katego¬ri yang lain), teknologi audiovisual, teknologi berazaskan komputer, dan teknologi terpadu. Karena kawasan pengembangan mencakup fungsi-fungsi desain, produksi, dan penyampaian, maka suatu bahan dapat didesain dengan menggunakan satu jenis teknologi, diproduksi dengan menggunakan yang lain, dan disampaikan dengan meng¬gunakan yang lain lagi. Teknologi Cetak: adalah cara untuk mem¬produksi atau menyampaikan bahan, seperti buku-buku dan bahan¬-bahan visual yang statis, terutama melalui proses pencetakan mekanis atau fotografis. Teknologi audiovisual merupakan cara memproduksi dan menyampaikan bahan dengan menggunakan peralatan mekanis dan elektronis untuk menyajikan pesan-pesan audio dan visual. Teknologi berbasis komputer merupakan cara-cara memproduksi dan menyampaikan bahan dengan menggunakan perangkat yang bersumber pada mikro¬prosesor. Teknologi terpadu merupakan cara untuk memproduksi dan menyempaikan bahan dengan memadukan beberapa jenis media yang dikendalikan komputer.

c. Kawasan Pemanfaatan
Pemanfaatan mungkin merupakan kawasan Teknologi Pembelajaran tertua di antara kawasan-kawasan yang lain, karena penggunaan bahan audiovisual secara teratur mendahului meluasnya perhatian terhadap desain dan produksi media pembelajaran yang sistematis. Kawasan pemanfaatan berasal dari gerakan pendidikan visual yang tumbuh subur selama dekade pertama abad ini dengan didirikannya museum-museum sekolah. Eksperimen sistematis yang pertama dilaksanakan dalam mempersiapkan pameran untuk tujuan pembelajaran. Juga selama tahun-tahun awal abad keduapuluh, guru guru mulai berupaya untuk menggunakan film teatrikal dan film singkat mengenai pokok pembelajaran di ruangan kelas. Selama bertahun-tahun, kawasan pemanfaatan dipusatkan pada aktivitas guru dan ahli media yang membantu guru. Model dan teori dalam kawasan pemanfaatan cenderung terpusat pada perspektif pengguna. Akan tetapi, desain diperkenalkannya konsep difusi ino¬vasi pada akhir tahun 1960an mengacu pada proses komunikasi.
Definisi AECT tahun 1977 menggabungkan pemanfaatan dan desiminasi menjadi satu fungsi, yaitu Pemanfaatan-Desiminasi. Tujuan dari fungsi tersebut ialah "memperkenalkan pebelajar dengan informasi yang berhubungan dengan telmologi pendidikan" (AECT, 1977:66). Definisi tahun 1977 juga memasukkan suatu fungsi peman¬faaian tersendiri dengan definiisi yang sama "memperkenalkan pebel¬ajar dengan sumber belajar dan komponen sistem pembelajaran". Dalam definisi tahun 1994, tugas desiminasi, yang berarti "usa¬ha yang secara sengaja dan sistematis untuk membuat orang lain sadar akan adanya suatu perkembangan dengan cara menyebarkan informasi" (Ellington dan Harris, 1986, hal. 51), dimasukkan ke dalam difusi sebagai subkategori inovasi dari kawasan pemanfaatan.
Pemanfaatan adalah aktivitas menggunakan proses dan sumber untuk belajar. Pemanfaatan media adalah penggunaan yang sistematis dari sumber untuk belajar. Adapun cakupan dalam kawasan ini, Pemanfaatan media yang merupakan penggunaan yang sistematis dari sumber untuk pembelajaran. Difusi inovasi yaitu proses berkomunikasi melalui strategi yang terencana dengan tujuan untuk diadopsi. Selanjutnya adalah Implementasi dan pelembagaan. Implementasi merupakan penggunaan bahan dan strategi pembelajaran dalam keadaan yang sesungguhnya (bukan tersimulasikan). Sedangkan pelembagaan adalah penggunaan yang rutin dan pelestarian dari inovasi pembelajaran dalam suatu struktur atau budaya organisasi. Cakupan yang terahir, Kebijakan dan regulasi yaitu aturan dan tindakan dari masyarakat (atau wakilnya) yang mem¬pengaruhi difusi atau penyebaran dan penggunaan Teknologi Pembel¬ajaran. Kebijakan dan peraturan biasanya dihambat oleh permasalah¬an etika dan ekonomi.

d. Kawasan Pengelolaan
Konsep pengelolaan merupakan bagian integral dalam bidang Teknologi Pembelajaran dan dari peran kebanyakan para teknolog pembelajaran. Secara perorangan tiap ahli dalam bidang ini dituntut untuk dapat memberikan pelayanan pengelolaan dalam berbagai latar. Seorang teknolog pembelajaran mungkin terlibat dalam usaha pengelolaan projek pengembangan pembelajaran atau pengelolaan pusat media sekolah. Tujuan yang sesungguhnya dari pengelolaan kasus demi kasus dapat sangat bervariasi, namun keterampilan pengelolaan yang mendasarinya relatif tetap sama apapun kasusnya. Kawasan pengelolaan semula berasal dari administrasi pusat media, program media dan pelayanan media. Pembauran perpus¬takaan dengan program media membuahkan pusat dan ahli perpustakaan media sekolah. Pada tahun 1976 Chisholm dan Ely menulis buku Media Personnel in Education: A Competency Approach yang, menekankan bahwa administrasi program media memegang peran sentral dalam khasanah teknologi pembelajaran. Definisi AECT tahun 1977 membagi fungsi pengelolaan dalam pengelolaan organisasi dan pengelolaan personil, seperti halnya yang dilakukan oleh para administrator dari program dan pusat media.
Kawasan Pengelolaan meliputi pengendalian Teknologi Pembelajaran melalui perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian dan supervisi. Secara singkat ada empat kategori dalam kawasan ini. Pengelolaan proyek meliputi perenca¬naan, monitoring dan pengendalian proyek desain dan pengembangan. Menurut Rothwell dan Kazanas (1992), pengelolaan proyek berbeda dengan pengelolaan tradisional, yaitu organisasi garis & staf (line and staffmanagement). Perbedaan itu disebabkan karena: (a) staf proyek mungkin baru, yaitu anggota tim untuk jangka pendek; (b) pengelola proyek biasanya tidak mempunyai wewenang jangka panjang atas orang karena sifat tugas mereka Yang sementara, dan (c) pengelola proyek memilila kendali dan fleksibilitas yang lebih luas dan yang biasa terdapat paria organisasi garis dan staf.
Pengelolaan sumber mencakup peren¬canaan, pemantauan, dan pengendalian sistem pendukung dan pelayanan sumber. Pengelolaan sumber sangat penting artinya karena mengatur pengendalian akses, mencakup personil, keuangan, bahan baku waktu, fasilitas, dnn sumber pembel¬ajaran. Pengelolaan sistem penyampaian meliputi perencanaan, pemantauan, pengendalian "cara bagaimana distribusi bahan pembelajaran diorganisasikan. Hal tersebut merupakan suatu gabungan medium dan cara penggunaan yang dipakai dalam menyajikan informasi pembelajaran kepada pebelajar". Pengelolaan informasi meliputi pe¬rencanaan, pemantauan dan pengendalian cara penyimpanan, peng¬iriman/pemindahan atau pemrosesan informasi dalam rangka tersedianya sumber untuk kegiatan belajar.

e. Kawasan Penilaian
Penilaian dalam pengertian yang paling luas adalah aktivitas manusia sehari-hari. Dalam kehidupan sehari-hari kita selalu menakar nilai aktivitas atau kejadian berdasarkan kepada sistem penilaian tertentu. Pengembangan program pendidikan formal, menuntut perlunya program penilaian yang bersifat formal pula. Penilaian program-program ini memerlukan penerapan prosedur yang lebih sitematik dan ilmiah. Ahli kurikulum Ralph Tyler dikenal orang sebagai pencetus gagasan tentang penilaian pada tahun-tahun 1930an (Worthen dan Sanders, 1973). Pada tahun 1965 indikasi tersebut terlihat dalam naskah "Elementary and Secondary Education Act" (Undang-undang Pendidikan Dasar dan Menengah AS.) memberikan wewenang perlunya diadakan analisis kebutuhan dan penilaian untuk jenis jenis program tertentu. Sejak itu, penilaian berkembang menjadi bidang dan mempunyai asosiasi profesi tersendiri.
Dengan perhatian yang lebih terarah pada penilaian- formal menjadi jelas bahwa penilaian harus membandingkan hasil dengan tujuan. Jadi, lingkup Penilaian mencakup penelusuran kebutuhan (need assessment). Atas dasar orientasi ini, Roger Kaufman (1972) memberikan kerangka gagasan untuk menganalisis kesesuaian tujuan pembelajaran. Tujuan penelitian tradisional secara garis besar ialah peningkatan ilmu. Sedangkan tujuan penelitian penilaian, ialah mendapatkan data untuk pengambilan keputusan memperbaiki, memperluas, atau meng¬hentikan suatu proyek, program atau produk.
Penilaian ialah proses penentuan memadai atau tidakanya pembel-ajaran dan belajar. Penilaian merupaken penentuan nilai dari suatu barang. Seperti terlihat pada konsep dasar kata ‘penilaian’, bahwa kegiatan ini dilakukan secara teliti, akurat, dan sistematis. Dalam pendi¬dikan, hal itu berarti penentuan secara formal mengenai kualitas, efektivitas atau nilai dari suatu program, produk, proyek, proses, tujuan atau kurikulum. Penilaian mengunakan metode inkuiri dan per¬timbangan, termasuk :(1) penentuan standart untuk mempertimbangkan kualitas dan menentuikan apakah standart tesebut harus bersifat relatif atau absolut; (2) pengumpulan informasi; dan (3) menerapkan Penggunaan standar untuk menentukan kualitas (Barbara :1994 ,h. 60).
Adapun sub-kawasan penialian adalah; Analisis masalah mencakup cara penen¬tuan sifat dan parameter masalah dengan menggunakan strategi pengumpulan informasi dan pengambilan keputusan. Pengukuran Acuan-Patokan (PAP) meliputi teknik-teknik untuk menentukan kemampuan pebelajar mengyasai materi yang telah ditentukan sebelumnya. Penilaian formartif berkaitan dengan pengumpulan informasi tentang kecukupan dan nenggunaan informasi ini sebagai dasar pengembangan selanjutya. Sedangkan penilaian sumatif berkaitan dengan pengumpulan infor¬masi tentang kecukupan untuk pengambilan keputusan dalam hal pemanfaatan.

C. Fungsi Teknologi Pembelajaran
Prisedential commission on instructional technology yang dibentuk oleh pemerintah dan dewan perwakilan Amerika Serikat pada tahun 1969, menyimpulkan kegunaan/fungsi potensial teknologi pembelajaran adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan produktifitas pembelajaran, dengan jalan:
a. Memperlaju penahapan belajar.
b. Membantu guru untuk menggunakan waktunya secara lebih baik.
c. Mengurangi beban guru dalam penyajian informasi, sehingga guru dapat lebih banyak membina dan mengembangkan kegairahan belajar anak.
2. Memberikan kemungkinan pembelajaran yang sifatnya lebih indifidual, dengan jalan:
a. Mengurangi kontrol guru yang kaku dan tradisional.
b. Memberikan kesempatan anak berkembang sesuai dengan kemampuanya.
3. Memberikan dasar pembelajaran yang lebih ilmiyah, dengan jalan:
a. Perencanaan program pengajaran yang lebih sistematik.
b. Pengembangan bahan pengajaran yang dilandasi penelitian tentang perilaku.
4. Lebih memantapkan pengajaran, dengan jalan :
a. Meningkatkan kapasitas manusia dengan berbagai media komunikasi.
b. penyajian informasi dan data secara lebih konkrit.
5. Memungkinkan belajar secara lebih akrab karena :
a. Mengurangi jurang pemisah antara pelajaran didalam dan diluar sekolah.
b. Memberikan pengetahuana tangan pertama.
6. Memungkinkan penyajian pendidikan lebih luas dan merata, terutama dengan jalan:
a. Pemanfaatan bersama tenaga atau kejadian yang langka secara lebih luas.
b. Penyajian informasi menembus batas geografi.


C. PENUTUP

Demikianlah secara singkat dapat kami uraikan tentang landasan teori teknologi pembelajaran, semoga, meskipun uraian ini masih jauh dari sempurna, dapat di jadikan bahan bagi kita untuk memper luas cakrawala pengetahuan kita tentang metode penelitian dan teknologi pendidikan.
Dari beberapa uraiaan diatas dapatlah kita fahami dan kita simpulkan bahwa landasan teori merupakan salah satu bagian yang sangat penting dalam suatu penelitian, mengingat landasan teori merupakan bekal yang harus ada dalam setiap penelitian ilmiyah. Sedangkan arti dari teori itu sendiri adalah sekumpulan generalisasi yang dapat digunakan untuk menjelaskan fenomena secara sistematik. Karena objek penelitian kita adalah Teknologi pembelajaran maka teori-teori yang digunakan dalam penelitian, disamping teori yang relevan dengan objek penelitian, adalah tentunya teori2 yang dilahirkan atau yang ada hubunganya dengan teknologi pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA




Gall, D., Meredith & Borg, R., Walter Educational Research. Boston New York. 2003.

Miarso, Yusufhadi, Menyemai Benih Teknologi Pendidikan Jakarta: Kencana Perdana Media Group, agustus 2007.
Sugiono, Prof, Dr., Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung : Alfabeta, 2005
Hill, F., Winfred, Theories of learning (diterjemahkan oleh M.khozin dari karya aslinya, Learning:A survey of Psycological Interpretations, Harper Collins Publisher, 1990), Bandung:Nusa Dua, 2009 Hal. 28.

Abdulhak, Ishak. (2006). Rancang Bangun Teknologi Pendidikan. Bandung, Sekolah Pascasarjana UPI.

Seels, Barbara, B. and Richey, Rita C. (1994). Instructional Technology: The Definition and Domains of the Field. Washington DC: AEC

Read More......

Jenis-jenis Penelitian

I. PENDAHULUAN
Dalam beberapa sumber yang membahas tentang metodologi penelitian, istilah model-model penelitian mengarah kepada dua pemahaman, yaitu jenis-jenis penelitian dan desain penelitian. Dalam kesempatan ini, model-model penelitian akan dimaknai sebagai jenis-jenis penelitian.

Katagorisasi jenis-jenis penelitian itu sendiri tidaklah sama antara satu sumber dengan sumber lain. Sehingga, kali ini digunakan kategorisasi jenis-jenis penelitian menurut DR. Sugiyono (1998).
Menurut tujuannya, penelitian dapat dikelompokkan menjadi penelitian murni (dasar) dan terapan. Penelitian dasar bertujuan untuk mengembangkan teori dan tidak memperhatikan kegunaan yang bersifat praktis. Penelitian dasar pada umumnya dilakukan pada laboratorium yang kondisinya terkontrol dengan ketat. Penelitian terapan dilakukan dengan tujuan menerapkan, menguji, dan mengevaluasi kemampuan suatu teori yang diterapkan dalam memecahkan masalah-masalah praktis. Jadi penelitian dasar berkenaan dengan penemuan prinsip-prinsip itu. Contoh penelitian murni: pengaruh pemberian stimulus terhadap respon pada binatang. Hasil penelitian ini kemudian diterapkan pada manusia, misalnya pengaruh pemberian intensif terhadap perilaku kerja.

II. JENIS-JENIS PENELITIAN
A. Menurut Tujuannya
Jenis penelitian bila dilihat dari tujuannya dapat digolongkan menjadi:
a. Penelitian dasar atau penelitian murni ( pure research )
LIPI memberi definisi sebagai berikut. Penelitian dasar adalah setiap penelitian yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan ilmiah atau untuk menemukan bidang penelitian baru tanpa suatu tujuan praktis tertentu. Artinya kegunaan hasil penelitian itu tidak segera dipakai namun dalam waktu jangka panjang juga akan terpakai.
b. Penelitian terapan ( applied research )
Batasan yang diberikan LIPI adalah:
Penelitian terapan ialah setiap penelitian yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan ilmiah dengan suatu tujuan praktis. Berarti hasilnya diharapkan segera dapat dipakai untuk keperluan praktis. Misalnya penelitian untuk menunjang kegiatan pembangunan yang sedang berjalan, penelitian untuk melandasi kebijakan pengambilan keputusan atau administrator.
Dilihat dari segi tujuannya, penelitian terapan berkepentingan dengan penemuan-penemuan yang berkenan dengan aplikasi dari suatu konsep-konsep teoritis tertentu.



B. Menurut Pendekatan
a. Penelitian Survey
Penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil, namun data yang dipelajari adalah data dari sampel sehingga ditemukan kejadian-kejadian relatif, distribusi dan hubungan-hubungan antar variabel, baik sosiologis maupun psikologis.
Penelitian survey pada umumnya dilakukan untuk mengambil suatu generalisasi dari pengamatan yang tidak mendalam. Walaupun penelitian survey ini tidak memerlukan kelompok kontrol seperti pada penelitian eksperimen, namun generalisasi yang dihasilkan bisa akurat jika digunakan sampel yang representatif.
b. Penelitian Ex Post Facto (causal comparative)
Penelitian yang dilakukan untuk meneliti peristiwa yang telah terjadi yang kemudian merunut kebelakang melalui data tersebut untuk menemukan faktor-faktor yang menentukan sebab-sebab yang mungkin terhadap peristiwa yang diteliti. Penelitian ini menggunakan logika dasar yang sama dengan penelitian eksperimen, namun penelitian ini tidak ada manipulasi langsung terhadap variabel independen.
Variabel perlakuan pada desain penelitian ini adalah kejadian yang sudah terjadi, karenanya tidak ada perlakuan yang dilakukan oleh peneliti. Dipilihnya variabel yang sudah terjadi dalam penelitian ini dimungkinkan karena sebab-sebab : (1) variabel tidak dapat dimanipulasi karena alasan-alasan etika sehingga dicari obyek-obyek yang sudah pernah mengalami (2) sudah terjadi namun belum sempat diteliti.
c. Penelitian Eksperimen
Penelitian yang berusaha mencari pengaruh variabel tertentu terhadap variabel yang lain dalam kondisi yang terkontrol secara ketat. Pada umumnya penelitian ini dilakukan di laboratorium.
Penelitian ini mepunyai karakteristik sebagai berikut: (1) ada perlakuan, (2) memiliki tiga jenis variabel dan (3) randomisasi.
d. Penelitian Kebijakan
Penelitian yang dilakukan untuk menganalisis masalah-masalah sosial yang mendasar sehingga temuannya dapat direkomendasikan pada pembuat keputusan untuk bertindak secara praktis dalam menyelesaikan masalah.
Focus penelitian kebijakan adalah kebijakan yang lalu maupun yang berlaku sekarang dan diarahkan untuk : (1) meneliti formulasi kebijakan dan sasarannya, (2) menguji pelaksanaan suatu program terkait dengan kebijakan, dan (3) menguji keefektivan dan keefisienan kebijakan.
e. Penelitian Tindakan
Penelitian yang dilakukan secara perorangan atau kelompok yang menghendaki perubahan dalam situasi tertentu untuk menguji prosedur dan kemudian setelah sampai tahap kesimpulan dapat dipertanggungjawabkan. Penelitian ini memfokuskan pada masalah lokal sehingga hasilnya tidak perlu untuk pengembangan ilmu.
Penelitian tindakan banyak digunakan oleh para pelaksana untuk memecahkan masalah yang dihadapi atau memperbaiki suatu pelaksanaan suatu kegiatan,

f. Penelitian Evaluasi
Istilah evaluasi diartikan sebagai evaluasi itu sendiri jika merupakan bagian dari proses pembuatan keputusan yang berarti untuk membandingkan suatu kejadian kegiatan dan produk dengan standard dan program yang telah ditetapkan. Evaluasi dianggap sebagai penelitian jika dapat berfungsi untuk menjelaskan fenomena.
Penelitian evaluasi dibagi menjadi dua, yaitu penelitian evaluasi formatif yang menekankan pada proses sehingga dapat digunakan meningkatkan produk dan evaluasi sumatif yang menekankan pada produk.
Evaluasi formatif ingin mendapatkan feedback dari suatu aktivitas dalam proses, sehingga dapat digunakan untuk meningkatkan program atau produk. Evaluasi sumatif menekankan pada efektivitas pencapaian program yang berupa produk tertentu.
g. Penelitian Sejarah

Penelitian ini berkenaan dengan analisis yang logis terhadap kejadian – kejadian yang telah berlangsung di masa lalu. Jadi peneliti tidak mungkin lagi mengamati kejadian yang akan diteliti. Namun sumber datanya bisa primer, yaitu orang yang terlibat langsung dalam kejadian itu, atau sumber – sumber dokumentasi yang berkenaan dengan kejadian itu.


C. Menurut Tingkat Eksplanasi (Penjelasan)

a. Penelitian deskriptif

Penelitian ini berusaha memberikan dengan sistematis dan cermat fakta-fakta aktual dan sifat populasi tertentu. Penelitian ini dilakukan terhadap variabel mandiri, yaitu tanpa membuat perbandingan atau tanpa menghubungkan dengan variabel yang lain.

Penelitian ini memiliki ciri-ciri yaitu: (1) berhubungan dengan keadaan yang terjadi saat itu (factual), (2) menguraikan satu variabel saja atau beberapa variabel namun diuraikan satu persatu dan (3) variabel yang diteliti tidak dimanipulasi atau tidak ada perlakuan.

b. Penelitian Komparatif
Penelitian yang bersifat membandingkan. Variabelnya masih mandiri tapi untuk sampel yang berbeda.

c. Penelitian Asosiatif (Korelasi)

Penelitian yang mencari hubungan antara satu variabel dengan variabel yang lain. Dua atau lebih variabel akan diteliti untuk melihat hubungan yang terjadi antara mereka tanpa merubah atau mengadakan perlakuan terhadap variabel-variabel tersebut.


D. Menurut Jenis Data

a. Penelitian Kualitatif

Penelitian yang menggunakan data berbentuk narasi atau gambar – gambar. Jika pada penelitian kualitatif terdapat angka maka angka tersebut hanya untuk bmenjelaskan sesuatu. Proses penelitiannya adalah induktif ( pengambilan kesimpulan dari khusus ke umum). Penelitian ini dilakukan karena kurangnya teori – teori yang berhubungan. Tujuannya dari hasil pengamatan terhadap objek penelitian (khusus), diharapkan dapat menghasilkan teori (umum)

b. Penelitian Kuantitatif

Penelitian yang menggunakan data – data statistic yang dapat diukur. Proses penelitiannya adalah deduktif – induktif (mulai dari hal yang umum ke khusus kemudian kembali ke yang umum lagi). Penelitian ini dimulai dari teori yang dikembangkan menjadi konsep kemudian dirumuskan satu atau beberapa hipotesis untuk selanjutnya diuji, kesimpulan dari uji tersebut diberlakukan secara umum.
c. Penelitian gabungan
Penelitian yang merupakan gabungan dari kuantitatif dan kualitatif.

III. JENIS-JENIS PENELITIAN DALAM PENDIDIKAN
A. Penelitian Bidang Ilmu dan Praktik Pendidikan

Penelitian dapat dilakukan terhadap ilmu maupun praktik pendidikan. Penelitian terhadap ilmu mengkaji dasar – dasar atau teori – teori termasuk sejarah perkembangannya. Secara umum penelitian pendidikan dapat dilakukan dengan kualitatif maupun kuantitatif. Kualitatif jika tujuannya adalah menghasilkan asumsi baru atau menguatkan asumsi sebelumnya. Penelitian kuantitatif dalam bidang pendidikan diarahkan pada aplikasi dari teori atau konsep. Pendekatan eksperimental maupun non eksperimental sering digunakan dalam penelitian jenis ini. Adapula penelitian evaluasi yang ditujukan untuk mengevaluasi pelaksanaan atau keberhasilan sebuah sistem, program, model pendidikan, implementasinya,dan mengevaluasi ketepatan penggunaan sistem, program, model, metode, media, instrument, dsb.

Lingkup penelitian pendidikan meliputi:
1. Pendidikan Teoritis
• Kajian filosofis pendidikan
• Orientasi Pendidikan
• Konsep pendidikan
2. Pendidikan Praktis
• Berdasarkan lingkungan
• Berdasarkan jenjang
• Berdasarkan bidang studi
• Berdasarkan jenis


B. Penelitian bidang ilmu dan praktik kurikulum dan pembelajaran

Penelitian kurikulum dan pembelajaran mengkaji teori – teori dan konsep – konsep termasuk sejarah perkembangannya. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif maupun kuantitatif. Pendekatan kualitatif difokuskan pada analisis konsep dan historis, dan dapat dihasilkan penguatan terhadap asumsi yang ada maupun menghasilkan asumsi yang ada.

Penelitian kurikulum dan pembelajaran dapat pula dilakukan secara kuantitatif, eksperimental maupun non eksperimental. Secara umum penelitian kurikulum dan pembelajaran diarahkan pada aplikasi teori atau konsep sebagai applied research. Penelitian evaluatif ditujukan untuk mengevaluasi keberhasilan sutu model disain kurikulum pembelajaran, implementasi kurikulum, dan ketepatan penggunaan sutu model, metode, media pembelajaran, instrument, evaluasi, dsb.




Lingkup penelitian kurikulum dan pembelajaran meliputi:
1. Kurikulum teoritis (penelitian dasar)
• Teori – teori desain dan rekayasa kurikulum
• Teori – teori pengajaran / pembelajaran
• Teori – teori belajar
• Teori – teori evaluasi

2. Kurikulum praktis (penelitian terapan)
• Kurikulum sebagai desain
• Penyusunan kurikulum
• Implementasi kurikulum
• Evaluasi dan penyempurnaan kurikulum
• Manajemen kurikulum


IV. KESIMPULAN

Penelitian pendidikan mencakup penelitian teoritis maupun praktis. Teori dan praktik dalam pendidikan meliputi perencanaan, pengembangan maupun implementasi kurikulum, pembelajaran, bimbingan dan konseling serta pengelolaan pendidikan. Pada dasarnya penelitian pendidikan secara umum dan penelitian teknologi pendidikan secara khusus dapat memanfaatkan berbagai jenis maupun pendekatan penelitian yang ada selama sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik penelitian itu sendiri.





DAFTAR PUSTAKA

Kountur, Ronny, Metode Penelitian : Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis, Penerbit PPM,Jakarta. 2004

Ruslan, Rosadi, Metode Penelitian: Public Relations dan Komunikasi, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. 2006

Sukamdinata, Nana S, Metode Penelitian Pendidikan, PT Remaja Rosdakarya , Bandung.2005

Sugiyono, Metode Penelitian Adminstrasi, Alfabeta, Bandung.1998


Read More......